Wednesday, 8 October 2014

Karya Ilmiah Mengatasi Masalah Ketergantungan Impor Kedelai di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Dewasa ini, banyak masyarakat yang telah akrab mendengar kata kedelai dalam kehidupan sehari-hari baik dari kalangan atas, menengah, maupun bawah. Kedelai menjadi sangat istimewa karena dibalik harganya yang murah, kedelai meinyimpan banyak sekali manfaat untuk kesehatan. Namun, kedelai yang biasa kita jumpai dalam olahan tempe, tahu, maupun susu kedelai, kini menghilang di pasaran. Indonesia saat ini termasuk negara yang terancam krisis pangan. Salah satu indikatornya adalah ketergantungan Indonesia yang besar terhadap impor sejumlah komoditas pangan utama Naiknya harga kedelai di pasaran dan ketergantungan Indonesia dalam sektor perdagangan impor adalah beberapa sebab yang menjadi masalah dalam pemenuhan bahan pangan secara mandiri. Akibatnbya, banyak pengrajin tempe. tahu, maupun pedagang serta masyarakat luas yang merasakan dampaknya. Mulai dari terjadinya bangkrut pada Usaha Kecil Menengah hingga terjadinya pengangguran.
Kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengatasi masalah ini tidak strategis sehingga daya produksi kedelai dalam negeri kembali lesu. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Padahal jika ditinjau lebih dalam, Indonesia merupakan negara agraris dengan banyak lahan produktif terbentang dari sabang hingga merauke. Keadaan yang menguntungkan seperti ini seharusnya mampu menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemilik potensi pertanian terbaik di dunia. Namun rupanya hal tersebut belum mampu membuat Indonesia dapat memproduksi kebutuhan pangan khususnya kedelai secara mandiri tanpa bergantung kepada negara lain.
Di dalam karya tulis ilmiah ini penulis mencoba menguraikan satu per satu masalah krisis kedelai di Indonesia hingga solusi untuk membangkitkan daya produksi kedelai lokal sehingga tidak selalu bergantung kepada negara lain untuk memenuhi kedelai di dalam negeri. Semoga dengan karya ilmiah ini kita semua dapat mengetahui masalah dan solusi kedelai tersebut secara mendalam.

A.  Manfaat kedelai bagi manusia
Siapa yang meragukan khasiat kacang kedelai. Polong-polongan ini telah lama dikenal dunia dengan sejuta khasiatny. Kebiasaan mengkonsumsi kedelai telah dimulai ratusan tahun yang lalu utamanya di China dan Jepang. Dan terbukti, tingkat kesehatan orang-orang di kedua Negara tersebut cukup tinggi. Salah satunya adalah karena mengkonsumsi kedelai.
Tidak hanya di China dan Jepang, di Indonesia kedelai menempati urutan yang tinggi dalam piramida makanan. Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, dan pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai.
Selain mudah diolah menjadi makanan ataupu minuman, kedelai rupanya memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Diantaranya adalah :
1.    Obat Awet Muda Sebagai anti oksidan bagi tubuh manusia, sangat dianjurkan memakan olahan kacang kedelai seperti tahu dan tempe. Sel-sel tubuh akan terpelihara dari radikal bebas. Ternyata obat awet muda itu gampang ya? Cukup makan olahan tahu dan tempe.
2.    Meningkatkan Kecerdasan Mengandung asam oeleat yang peranannya sangat penting dalam pembentukan kecerdasan genetik pada manusia, jadi kacang kedelai sangat penting untuk membuat otak jadi cerdas, tarutama pada anak-anak.
3.    Menghalau Kolesterol Kacang kedelai ternyata bisa mereduksi alias mengurangi kadar kolesterol yang ada dalam darah.
4. Mengobati Diabetes Inisitol yang dibawanya bisa menanggulangi penyakit diabetes. Orang diabetes biasanya kekuramgan zat insulin yang dapat merubah gula, insulin tersebut diproduksi oleh pankreas. kacang Kedelai membawa Lecithin yang dapat melindungi sel-sel pankreas sehingga insulin dapat lebih sempurna diproduksi.
5. Menyehatkan Jantung Kacang kedelai pun dipercaya membuat jantung menjadi sehat dan membuat jantung dapat bekerja secara normal.
6. Menguatkan Daya Tahan Tubuh Kacang kedelai dengan semua kebaikan zat yang dibawanya terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh manusia.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis Kedelai di Indonesia
Negeri ini baru saja dihebohkan dengan berita menghilangnya tempe dan tahu dibeberapa kota besar, Jakarta terutama. Penyebabnya adalah pasokan kedelai yang berkurang sehingga harga kedelai melambung menyentuh harga 8000 per kg. Dan ketergantungan terhadap kedelai impor menyebabkan permasalahan menjadi pelik, ketika pasokan kedelai lokal tidak mencukupi dan quota impor kedelai belum terpenuhi maka menghilanglah sumber gizi murah bangsa.
Sekedar diketahui, kebutuhan terhadap kedelai di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Tercatat kebutuhan kedelai pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 2,2 juta ton dibandingkan dengan kebutuhan tahun 2011 sebesar 2,16 juta ton.
Dari kebutuhan tersebut rata-rata yang mampu dipenuhi oleh kebutuhan dalam negeri sekitar 25-30%, sementara sisanya diperoleh dari berbagai negara melalui mekanisme impor.



Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan. Sehingga Indonesia harus impor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri.
Masalah pangan di Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat khususnya petani. Padahal potensi pertanian Indonesia ditinjau dari luas dan kesuburan lahan termasuk yang terbaik di dunia. Namun kenyataannya, saat ini Indonesia justru jatuh sebagai pengimpor produk pangan. Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi, karena berpotensi mengantarkan masyarakat pada keterpurukan ekonomi, adalah sebagai berikut:
Pertama, lemahnya peran pemerintah dalam proses intensifikasi pertanian, sehingga menyebabkan kegiatan pertanian semakin lesu dan pada akhirnya akan menurunkan produksi. Intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas tanah, khususnya terkait penyediaan benih tanaman unggul yang berkualitas dan pemupukan yang tepat dan efisien. Peran pemerintah paling tidak bisa dilihat dari anggaran yang disediakan untuk subsidi benih dan pupuk dalam APBN yang selalu mengalami penurunan terus menerus.
Produksi kedelai pada 2012 bahkan diperkirakan turun drastis ketimbang 2010 dari 907.300 ton menjadi 779.800 ton. Jumlah sebanyak itu terlampau sedikit untuk mencukupi kebutuhan 2,2 juta ton per tahun. Penurunan produksi tersebut disinyalir karena harga benih dan pupuk yang terus meningkat sehingga margin keuntungan yang diterima petani kedelai tidak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Akibatnya banyak petani kedelai yang berhenti menanam kedelai di lahannya.
Kenaikan harga benih dan pupuk sebagai akibat makin berkurangnya subsisdi yang disediakan pemerintah. Sebagai perbandingan, pada APBN-P 2010 subsidi pupuk sebesar Rp 18.4 triliun, kemudian pada APBN 2011 turun menjadi Rp 16.4 triliun. Sementara subsidi benih, pada APBN-P 2010 dianggarkan sebesar Rp 2.3 triliun turun drastis menjadi hanya Rp 120.3 miliar pada APBN 2011. Menurunnya subsidi ini akan menyebabkan kenaikan harga pupuk, sehingga margin keuntungan yang dinikmati petani akan semakin tergerus bahkan bisa negatif.
Kedua, tidak hanya proses intensifikasi, pada proses ekstensifikasi, yaitu perluasan area pertanian, peran pemerintah juga sangat lemah. Bahkan beberapa kebijakan pemerintah justru menyebabkan penciutan area pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2010), terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 12.6 ribu hektar di pulau Jawa, sedangkan secara nasional lahan pertanian menyusut sebesar 27 ribu hektar. Sementara pada tahun 2009, menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar.
Alih fungsi yang terjadi adalah perubahan lahan pertanian menjadi penambahan pemukiman (real estate), pembangunan jalan, kawasan industri, dan lain-lain. Ironisnya, alih fungsi lahan tersebut justru terjadi pada area lahan-lahan produktif, sementara pada sisi lain proses tersebut tidak disertai pembukaan lahan pertanian baru, sehingga lahan pertanian produktif mengalami penyusutan dari tahun ke tahun.
Ketiga, kebijakan pemerintah dalam perdagangan produk pangan tidak pro-rakyat tapi pro-pasar. Buktinya, ketika produksi pangan (beras, kedelai, jagung, dsb) menurun pemerintah justru lebih memilih kebijakan impor daripada upaya meningkatkan produksi dalam negeri melalui intensifikasi dan ekstensifikasi seperti yang disebutkan di atas.
Untuk mendukung impor produk pangan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.241 Tahun 2010 tentang impor beras. Melalui PMK ini pemerintah membebaskan bea masuk impor. Hal serupa kini dilakukan terhadap kedelai yaitu menghapus bea masuk impor kedelai. Tentu saja kebijakan ini akan merugikan sekitar 60 juta petani.
Keempat, Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa setiap tahun terjadi konversi lahan pertanian ke penggunaan lain tidak kurang dari 110 ribu hektar. Termasuk dalam lingkaran persoalan ini adalah lahan tidur yang tidak ditanami karena sudah dibeli dari petani dan pembelinya berspekulasi untuk dapat menjualnya lagi dengan harga jauh lebih tinggi. Infrastruktur bendungan dan jaringan irigasi yang kita miliki tidak berfungsi maksimal karena daerah tangkapan air di hulu terdegradasi dan jaringan irigasi rusak.
Keempat faktor diatas merupakan penyebab terjadinya krisis kedelai di Indonesia yang mengakibatkan daya produksi kedelai dalam negeri menjadi lesu. Para petani tidak tertarik lagi untuk memproduksi kedelai secara mandiri karena tidak adanya keuntungan yang dirasakan. Kebijakan pemerintah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut tidak menyelamatkan daya produksi kedelai dalam negeri. Bila seperti ini, tentunya Indonesia akan selalu mengalami kesulitan dalam masalah pemenuhan bahan pangan khususnya kedelai.
C. Pihak-pihak yang berpengaruh dalam meningkatkan daya produksi kedelai di Indonesia
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam meningkatkan daya produksi kedelai di Indonesia adaah :
1.  Petani
Petani merupakan pihak terpenting dalam meningkatkan daya produksi kedelai di Indonesia. Melalui petani, kedelai dapat tumbuh dan dipanen setiap waktunya. Bila kemauan petani besar dalam menanam kembali kedelai tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kedelai tak lagi menjadi bahan pangan yang langka pada saat-saat tertentu. Namun, tentunya untuk mendukung kemauan para petani dalam mengembangkan panen kedelai haruslah didukung dengan fasilitas maupun sarana yang memadai. Kesejahteraan petani dan



margin keuntungan dalam memanen kedelai yang dihasilkan harus diperhatikan. Apabila petani merasa diuntungkan dalam penanaman kedelai, maka pertumbuhan produksi kedelai lokal dapat meningkat secara signifikan.
2.  Pemerintah
Dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang melibatkan sektor ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pemerintah selalu memiliki peranan yang penting didalamnya. Berbagai macam kebijakan yang pemerintah keluarkan untuk mengatur maupun mengatasi masalah yang ada tentunya berpengaruh terhadap berbagai pihak. Dalam masalah kedelai, pemerintah haruslah cermat mengambil kebijakan yang tepat. Bukan hanya memikirkan bagaimana cara agar kedelai mampu terpenuhi bila sedang mengalami kelangkaan, tetapi pembangunan sektor produksi kedelai yang berkelanjutan tentunya harus diperhatikan. Sudah saatnya pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan petani sehingga mampu merangsang kemauan untuk memproduksi kedelai lokal.
3.  Pengrajin tempe dan tahu
Pengrajin tempe dan tahu sangat berperan penting dalam pengolahan kedelai. Melalui proses pengolahannya, kedelai dapat diubah menjadi makanan tempe tahu yang biasa dijumpai dipasaran. Namun, selama ini banyak pengrajin tempe dan tahu yang lebih tertarik memperoleh kedelai dari luar negeri dibandingkan dari dalam negeri. Alasan bahwa membeli kedelai dari luar negeri akan menghasilkan jumlah tempe dan tahu yang lebih banyak dibandingkan bila membeli dari dalam negeri menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, harga kedelai di luar negeri pun jauh lebih murah dari kedelai dalam negeri. Padahal, hal ini terjadi karena jumlah petani yang menghasilkan kedelai lokal memang nyatanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang dihasilkan dari luar negeri sehingga banyak pengrajin yang menganggap membeli kedelai dari luar negeri jauh lebih menguntungkan daripada membeli kedelai dari dalam negeri. Bila pengrajin tempe dan tahu lebih mengutamakan kedelai lokal, maka dapat dipastikan petani akan lebih bersemangat dalam menanam kedelai dalam jumlah yang lebih banyak.
4.  Pedagang
Setelah pengrajin tempe dan tahu, kedelai memerlukan sarana distribusi untuk memasarkan produknya hingga sampai ke tangan konsumen. Saluran distribusi ini dengan cara melalui para pedagang. Para pedagang yang biasa dijumpai tentu sangat berjasa, karena membuat konsumen tidak lagi merasa kesulitan mencari makanan tempe dan tahu ini. Namun sayangnya, bila keadaan krisis melanda banyak pedagang tempe dan tahu yang harus gulung tikar akibat merugi. Tidak adanya permintaan dari konsumen untuk menikmati tempe tahu menjadi salah satu faktornya. Selain itu, harga yang cukup melambung tinggi juga mematikan minat para pedagang untuk kembali berjualan tempe dan tahu di pasaran.
5.  Konsumen
Kedelai tentu bukan apa-apa tanpa konsumen yang selalu setia menikmatinya. Banyak sekali konsumen yang mencintai makanan olahan kedelai ini. Tidak heran bila masyarakat Indonesia sangat akrab dengan tempe dan tahu. Tempe dan tahu tidak hanya menjadi makanan di kios-kios kaki lima, tetapi restaurant bintang lima pun kini sudah semakin banyak yang menyajikan menu tempe dan tahu. Konsumen menjadi semakin mudah menikmati tempe dan tahu yang kaya akan manfaat dimana pun mereka berada. Konsumen merupakan sumber dari penghasilan bagi para petani, pengrajin tempe, maupun para pedagang. Permintaan akan kedelai yang tinggi sebagai bahan pangan yang diolah menjadi tempe dan tahu tentu akan memaksimumkan keuntungan untuk berbagai pihak.



Tanggapan kami :
Solusi mengatasi krisis kedelai di Indonesia:
Mengatasi krisis kedelai di Indonesia tentu saja dapat dilakukan. Pihak-pihak diatas seperti petani, pemerintah, pengrajin tempe dan  tahu, pedagang hingga konsumen mampu mengatasi kestabilan produksi dalam negeri kedelai bila secara bersama-sama mampu bekerjasama.
Ketergantung dengan kedelai impor dapat kita hapuskan. Sebagai negeri agraris seharusnya Indonesia mampu secara mandiri menghasilkan kedelai lokal tanpa harus selalu bergantung kepada negara lain. Indonesia memiliki lahan pertanian yang subur dan luas hanya saja belum dioptimakalkan untuk lahan kedelai. Tentu bukan tanpa alasan bila petani enggan menanam kedelai, jika dilihat kebelakang dulu petani Nganjuk juga penghasil kedelai. Rasanya menjadi tugas bersama khususnya pemerintah untuk mampu mendorong gairah para petani dalam menanam kedelai.
Beberapa cara dibawah ini dapat dilakukan sebagai modal awal untuk meningkatkan gairah petani dalam penanaman kedelai, antara lain :
a. Meningkatkan pengetahuan petani tentang menanam kedelai dengan memperhatikan suntikan dana untuk tanaman kedelai, benih dan pupuk yang berkualitas.
b. Kedelai sangat rawan hama penyakit, ulat, kutu kebul, cabuk yang semuanya bisa menyebabkan gagal panen yang berujung pada peningkatan biaya produksi. Perlu adanya varietas yang relatif tahan terhadap hama mungkin gairah menanam kedelai akan muncul kembali.
 c. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah harga. sudah jadi tradisi jika panen raya tiba maka harga terjun bebas. Jika harga bisa di jaga pada kisaran petani untung setidaknya keuntungannya sama dengan jagung maka bukan mustahil kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor.
Selain itu, perlunya bangsa ini mempunyai sistem produksi pangan yang tangguh. Beberapa tahun yang lalu, ketika harga kedelai naik kita pernah menyadari perlunya kesungguhan untuk membangun kemampuan produksi kedelai. Lalu, kita  terlena dengan prioritas lain dan kejadian itu tidak mampu menghadirkan solusi mendasar atas persoalan ketergantungan kepada kedelai impor, sampai kejadian serupa kita alami kembali  saat ini.
Untuk mengatasi kelangkaan kedelai kita tidak bisa hanya mengandalkan instrumen kebijakan perdagangan tetapi harus mencakup penguatan sistem produksi di dalam negeri, terutama untuk mencegah kejadian seperti ini terulang lagi pada masa yang akan datang.
Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia harus memiliki grand strategy dalam membangun sistem produksi pangan yang tangguh sehingga terbebas dari ketergantungan kepada pangan impor. Tanah air kita yang berada di daerah beriklim tropika memungkinkan pertanian sepanjang tahun. Kita dapat membangun sistem produksi pangan yang tangguh dengan mengerahkan seluruh sumberdaya dan kemampuan yang dimiliki untuk menghasilkan sendiri kebutuhan pangannya, baik dalam ragam maupun volume dan waktu ketersediaannya. Inilah sesungguhnya target swasembada pangan secara berkelanjutan yang mestinya terus menerus kita perjuangkan untuk dapat ditegakkan. Dengan demikian, grand strategy kita dalam bidang produksi pangan tidak akan terjebak pada penanganan persoalan jangka pendek dan terbatas pada komoditas tertentu tetapi menjangkau rentang waktu yang lebih panjang dengan cakupan yang lebih luas sehingga lebih tangguh.
Tantangan pengembangan kedelai di Indonesia sebagian telah coba dijawab oleh IPB, dalam berbagai penelitian yang dilakukan pada penambahan luas area tanam dan bibit unggul. Untuk mengkaji kemungkinan penambahan luas areal tanam kedelai, telah dilakukan penelitian untuk menjadikan lahan pasang surut sebagai tambahan areal untuk tanaman kedelai. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan penurunan areal tanam jagung dan palawija lain karena perluasan areal tanam kedelai. Mengingat potensi lahan kering di tanah air yang masih belum dimanfaatkan secara optimal terutama tanah asam maka sebagai kelanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya, IPB juga telah mengembangkan formula inokulan bakteri bintil akar untuk peningkatan produksi kedelai pada lahan kering asam (pH 4,0).
Dengan memanfaatkan inokulan tersebut, lahan kering asam dapat ditanami kedelai dengan produktifitas yang tinggi dan penggunaan pupuk nitrogen dapat dikurangi 50% (Rachmania et al., 2011). Selain itu, telah dikembangkan juga galur varietas unggul kedelai yang mirip kedelai impor yang disukai perajin tempe. Pada saat ini telah ada lima galur kedelai yang produktivitasnya di atas varietas Anjasmoro yang digunakan sebagai pembanding karena produktivitasnya tinggi (2,59 ton/ha) dan berbiji besar. Dari lima galur kedelai tersebut dua galur kedelai tercatat mencapai produktivitas 2,94 ton/ha.

Untuk membangun sistem produksi pangan yang kuat kita perlu mengelola secara optimal sumberdaya yang kita miliki. Berbagai hal tersebut sekiranya menunjukkan bahwa pengembangan komoditas kedelai di Indonesia masih sangat mungkin dilakukan. Perlu ada kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan, baik petani, pemerintah dan industri, untuk dapat mewujudkan sistem produksi kedelai yang kuat. Perumusan upaya peningkatan sistem produksi dan perbaikan sistem tata niaga secara komprehensif menjadi kunci perwujudan hal tersebut.

No comments:

Post a Comment