Thursday 28 August 2014

EVALUASI MUTU MINYAK GORENG

LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN

EVALUASI MUTU PANGAN BERDASARKAN MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN

unhas.jpg
KELOMPOK III
RIZKA AULIA SAFARNI                            (G31112007)
TRY PERMATA SIADE                               (G31112101)
ERNAWATI BINTI MUSTAMAR                 (G31112005)
SAIFULLAH MASDAR                                 (G31112268)
AINUN MADLIYAH SAWEDI                      (G31112002)

ASISTEN :
NUR AZIZAH AMIN

LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2013

  II.  TINJAUAN PUSTAKA
A.  Minyak Goreng
Minyak adalah zat atau bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat pada minyak meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna, yang larut dalam lemak seperti klorofil dan karatenoid. Minyak adalah suatu kelompok dari lipida sederhana terbesar yang merupakan ester dari tiga molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol dan membentuk satu molekul trigliserida yang dalam kondisi ruang (>27oC) akan berbentuk cair (Genisa, 2013).
Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng: minyak goreng nabati yang berasal dari tanaman dan hewani berasal dari hewan. Saat ini yang paling umum digunakan di Indonesia, adalah minyak yang berasal dari nabati (Harisk­­al, 2009).
Minyak goreng yang baik memiliki standar mutu yang telah ditentukan oleh SNI. Standar mutu minyak goreng, telah dirumuskan dan ditetapkan oleh  Badan Standarisasi Nasional (BSN). Standar mutu tersebut yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1 berikut ini:


Tabel 03. SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI
SATUAN
SYARAT
Keadaan bau, warna dan rasa
-
Normal
Air
% b/b
Maks 0.30
Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)
% b/b
Maks 0.30
Bahan Makanan Tambahan
Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88
Cemaran Logam :
- besi (Fe)
- tembaga (Cu)
- raksa (Hg)
- timbal (Pb)
- timah (Sn)
- seng (Zn)

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks 1.5
Maks 0.1
Maks 0.1
Maks 40.0
Maks0.005
Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As)
% b/b
Maks 0.1
Angka Peroksida
% mg 02/gr
Maks 1
Catatan * Dalam kemasan kaleng
Sumber : Standar Nasional Indonesia
Begitu banyak jenis minyak yang beredar di pasaran saat ini. Di antaranya minyak bermerek, minyak kelapa sawit, minyak curah dan lain-lain.Dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan (Citra, 2007).
Mulai dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan (Cemerlang, 2013).


Ketika memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan menurut Citra (2007), yaitu:
1.   Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.
2.   Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3.   Memiliki kualitas seragam.
4.   Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih mudah dari pada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.
5.   Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah digunakan untuk menggoreng.
6.   Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk yang digoreng.
7.   Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh greasy pada permukaan produk.
B.  Faktor Kerusakan Minyak
Faktor-faktor kerusakan minyak akibat pemanasan menurut
Pasta (2011) adalah:
1.   Lamanya minyak kontak dengan panas. Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung, pada pemanasan 10-12 jam pertama, bilangan iod berkurang dengan kecepatan konstan. Sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.
2.   Suhu, pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dengan menggunakan minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120˚C, 160˚C dan 200˚C. Minyak dialiri udara pada 150ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160˚C dan 200˚C menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120˚C. Hal ini merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling besar pada suhu 200oC karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relatif cukup besar.
3.   Akselerator oksidasi. Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan-perubahan selama oksidasi termal. Nilai kekentalan naik secara proporsional dengan kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambahn dengan penurunan kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses oksidasi.
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida.Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan 25 keton serta asam-asam lemak

bebas.Ketengikan (Rancidity) terbentuk olehaldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik (Stier, 2001).
C.  Sifat fisik dan Kimia Minyak
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan kimia. Sifat fisik terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik lunak (softening point), slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point). Sedangkan sifat kimia terdiri dari hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterfikasi (Anonim, 2011).
Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25˚C, dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperatur 40˚C. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting

dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak (Anonim, 2009).
Sifat kimia minyak terdiri dari reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapat sejumlah air dalam minyak atau lemak, sehingga akan mengakibatkan rasa dan bau tengik pada minyak tersebut. Reaksi oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen peda minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya. Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikas atau pertukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi friedel-craft.Dengan
menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam lemak dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat diukur dengan rantai panjang yang bersifat tidak
menguap (Anonim, 2010).

D. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Pembentukan asam lemak bebas juga dapat terjadi oleh adanya mikroorganisme pada keadaan lembab dan kotor (Anonim, 2012).
Kadar asam lemak bebas yang memenuhi standar mutu PKS adalah maksimal 3,5% dan untuk eksport (perdagangan) adalah maksimal 5%. Asam lemak bebas pada CPO didalam storage tank tidak dapat dihilangkan, melainkan akan selalu bertambah terlebih dalam waktu penyimpanan yang cukup lama. Jika kadar ALB pada CPO > 5%, maka CPO tersebut sudah dinyatakan outspec atau melewati batas standar mutu dan tidak layak untuk dipasarkan. ALB pada CPO outspec tersebut hanya dapat diturunkan dengan cara melakukan blending (pencampuran) dengan CPO yang memiliki kadar ALB rendah (CPO fresh), sehingga CPO outspec tersebut tidak dibuang dan dapat dipasarkan kembali (Anonim, 2009).
Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi (Hariskal, 2009).


D.  Total Polar Materials
Minyak goreng yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengandung komponen polar yang umumnya disebut dengan materi polar. Materi polar ini terbentuk diakibatkan adanya reaksi kimia kompleks pada minyak goreng, seperti hidrolisa, oksidasi, dan polimerisasi. Materi polar ini dapat dihitung dengan presentasi total pada setiap minyak hasil penggorengan dengan simbol TPM. TPM dapat dijadikan sebagai salah satu parameter penentuan kualitas minyak goreng ( Anwar, 2012).
Minyak goreng dengan kadar total total polar material (TPM) sudah mencapai angka 24 - 27 persen (maximal 4 kali pemakaian) seharusnya sudah tidak di pakai lagi. saat minyak goreng dipakai berulang - ulang maka akan menimbulkan kadar senyawa- senyawa yang dapat merusak kualitas minyak tersebut. Proses inilah yang membuat makanan mudah tengik. hal yang dapat ditimbukan diantaranya kegemukan, darah tinggi, meningkatnya kolestrol dan jantung koroner hingga kanker (Wahyuni, 2012).
TPM dapat digunakan sebagai penentu kerusakan minyak karena semakin bertambahnya komponen polar pada minyak, maka akan menyebabkan kerusakan pada minyak. Saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak
akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak
akan semakin bertambah
(Stier, 2001)



III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.   Waktu dan Tempat
Praktikum Evaluasi Mutu Minyak dilaksanakan pada hari selasa tanggal 17 September 2013 di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.   Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Ø  labu erlenmeyer
Ø timbangan analitik
Ø gelas ukur
Ø alat ukur TPM
Ø hotplate
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Ø NaOH
Ø minyak bermerk (sunco)
Ø minyak kelapa
Ø minyak curah
Ø minyak penggorengan rumah
Ø minyak rumah makan
Ø minyak penjual gorengan

Ø aluminium foil
Ø alkohol netral
Ø indikator` pp
C.   Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.   Disiapkan bahan berupa minyak goreng dengan beberapa perlakuan sebagai berikut:
A1 = minyak goreng bermerk (sunco)
A2 = minyak kelapa
A3 = minyak curah
A4 = minyak penggorengan rumah
A5 = minyak goreng rumah makan
A6 = minyak penjual gorengan
2.      Dilakukan pengujian asam lemak bebas:
Ø Sampel diaduk kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer yang telah diketahui berat kosongnya
Ø Dicampurkan 50 mL alkohol lalu dipanaskan dengan suhu 50-75oC
Ø Ditambahkan 3 tetes indikator pp
Ø Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk larutan berwarna merah muda.
Ø Dicatat  volume NaOH yang digunakan
Ø Dilakukan perhitungan  kadar ALB dengan rumus :
Kadar ALB= (V NaOH x 25,6 x M NaOH)/(1000 x Berat Sampel)  x 100%

3.    Dilakukan pengujian Total Polar Material (TPM) :
Pengukururan kandungan materi polar dilakukan dengan menggunakan alat TPM meter konstanta dielektrik sebagai berikut :
a)      Sampel minyak dipanaskan minimal 40oC
b)  Alat ukur TPM (konstanta dielektrik) dimasukkan kedalam minyak sampai semua sensor terendam
c)  Alat ukur dinyalakan dan ditunggu 10 detik
d)  Dicatat kandungan TPM yangn muncul pada display alat ukur

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum evaluasi mutu pangan berdasarkan minyak yang digunakan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 04. Persentase ALB dan TPM pada Berbagai Jenis Minyak
No
Perlakuan
Parameter
ALB
TPM
1
Minyak Sunco
0.2969%
13.5 %
2
Minyak Kelapa
0.09216%
36%
3
Minyak Curah
1.2288%
11.5%
4
Minyak Penggorengan Rumah
0.98304%
>70%
5
Minyak Rumah Makan
0.82434%
14.0%
6
Minyak Penjual Gorengan
0.55%
18.0%
Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2013.
B. Pembahasan
§  Minyak curah
Minyak goreng curah adalah minyak kelapa sawit tanpa merek yang hanya mengalami satu kali proses penyaringan. Minyak curah berbeda dengan minyak goreng bermerek lainnya yang mengalami dua kali proses penyaringan. Sehingga dari warnanya minyak curah tampak lebih keruh. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan. Hal ini sesuai dengan (Citra, 2007) bahwa dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan.


§  Uji Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas adalah asam lemah yang terbentuk akibat proses hidrolisis yang terjadi pada lemak sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Pada praktikum dilakukan uji kadar asam lemak bebas (ALB) pada masing-masing sampel. Dari hasil data di atas didapati bahwa kadar asam lemak tertinggi terdapat pada minyak curah yaitu sebesar 1.2288% dan kadar asam lemak terendah terdapat pada minyak kelapa yaitu sebesar 0.09216%. Tingginya kadar ALB pada minyak curah dikarenakan minyak curah hanya mengalami satu kali proses penyaringan. Hal ini sesuai dengan (Cemerlang, 2013) yang menyatakan bahwa dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan.


§  Total Polar Materials (TPM)
Hasil dari kandungan materi polar yang diuji di laboratorium yaitu sampel pertama yaitu mi nyak goreng bermerek sebesar 13.5%. sampel ke-2 yaitu minyak kelapa sebesar 36%. Sampel ke-3 yaitu minyak curah sebesar 11.5%. Sampel ke-4 yaitu minyak penggorengan rumah diatas 70%. Sampel ke-5 yaitu minyak rumah makan sebesar 14.0%. dan sampel ke-6 yaitu minyak penjual gorengan sebesar 18.0%. Berdasarkan data di atas diperoleh bahwa kandungan total polar material tertinggi adalah sampel ke-4 yaitu diatas 70% dan kandungan total polar material terendah adalah sampel ke-3 yaitu minyak curah sebesar 11.5%. Ini menunjukan bahwa minyak curah memiliki kadar TPM yang rendah dan masih aman untuk di konsumsi. Hal ini sesuai dengan (Wahyuni, 2012) kadar total polar material (TPM) tinggi jika sudah mencapai total 24-30% .
§  Faktor kerusakan minyak
Hasil dari uji coba laboratorium menunjukan bawa sampel yang mengalami tingkat kerusakan minyak paling tinggi adalah sampel ke-4 yaitu minyak goreng rumah, yang memiliki ALB sebesar 0.98304% dan TPM sebesar >70%. Dan sampel yang tingkat kerusakannya paling rendah adalah minyak bermerek karena hanya memiliki kandungan ALB sebesar 0.2969% dan TPM 13.5%. Kerusakan minyak yang terjadi pada sampel disebabkan karena pemakaian yang berulang-ulang pada minyak. ALB dikatakan sebagai indikator penentu kerusakan minyak karena ALB merupakan hasil dari proses hidrolisis dan oksidasi, yaitu proses penyebab kerusakan minyak. Hal ini sesua dengan (Hariskal, 2009) yang menyatakan bahwa kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi.
TPM dapat pula digunakan sebagai penentu kerusakan minyak karena semakin bertambahnya komponen polar pada minyak, maka akan menyebabkan kerusakan pada minyak. Hal ini sesuai dengan
(Stier, 2001) yang menyatakan bahwa pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah.
§  Mutu minyak goreng yang baik
Berdasarkan dari hasil pengujian Asam Lemak Bebas, Total Polar Material, dan organoleptik, maka didapati bahwa dari keenam sampel yang memiliki mutu minyak goreng baik adalah sampel ke-2 yaitu minyak goreng bermerek, karena hanya memiliki ALB sebesar 0.2969%, TPM 13.5% dan secara fisik minyak goreng bermerek lebih jernih dibandingkan kelima sampel lainnya. Hal ini sesuai dengan (Anwar, 2012) yang menyatakan bahwa penggunaan minyak goreng berulang kali memperbesar potensi terkena kanker. Minyak goreng dengan kadar total total polar material (TPM) sudah mencapai angka 24 - 27 persen ( max. 4 kali pemakaian) seharusnya sudah tidak di pakai lagi.
      


V.   PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Evaluasi Mutu Pangan Berdasarkan Minyak Goreng yang Digunakan, yaitu mutu minyak goreng segar dan minyak hasil pemakaian penggorengan bahan pangan dapat diketahui dengan melakukan uji Asam Lemak Bebas (ALB) dan Total Material Polar (TPM) yang dikandung minyak goreng tersebut. Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang rendah kadar asam lemak bebas (maksimal 0,3%) dan materi polarnya (maksimal 30,0%). Sedangkan minyak goreng yang paling rendah mutu dan bahkan tidak layak konsumsi adalah minyak goreng yang mengandung asam lemak bebas >0,3% dan materi
polar >30,0%.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan (APKP) selanjutnya adalah sebaiknya sebelum melaksanakan praktikum, praktikan perlu mengetahui dan memahami dengan baik prosedur kerja terlebih dahulu. Agar praktikum dapat berjalan dengan baik dan kesalahan dalam pengujian dapat diminimalisir. Praktikan juga harus memahami tujuan dari praktikum supaya hasil yang didapatkan maksimal

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Asam Lemak Bebas. http://www.google.com. Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.


Anonim, 2011. Minyak Goreng.http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf
. Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar

Anonim, 2012. Kadar Asam Lemak Bebas. http://www.psychologymania.com/2012/10/asam-lemak-bebas.html.Diakses pada tanggal 15 September 2013, Makassar.

Anwar, Reskiati Wiradhika. 2012. Studi Pengaruh Suhu dan Jenis Bahan Pangan Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa selama Proses Penggorengan.http://repository.unhas.ac.id/bistream/handle/123456789/1951/RESKIATI%20WIRADHIKA%20%ANWAR%20(G%20611%2008%20276)docx?sequence.Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.

BSN, 1995.Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.

Citra, 2007. Jenis-jenis minyak. http://citra.wordpress.com/2009/05/09/ kerusakan-minyak-goreng/. Diakses pada tanggal 15 September 2013, Makassar.
Cemerlang, 2013.

Genisa, Jalil. 2013.Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Masagena Press: Makassar

Hariskal, 2009. Kerusakan Minyak Goreng. http://hariskal.wordpress.com/ 2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/. Diakses pada tanggal 15 September 2013, Makassar.

Pasta, 2011. Evaluasi Mutu Pangan Menggunakan Minyak Goreng. http://pasta-bbkdl.blogspot.com/2011/12/i.html.Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.

Stier, R. F. 2001. Finding Functionality in Fat and Oil.www.preparedFood.com.Diakses pada 29 September 2013, Makassar.
Wahyuni, Tri. 2012. Ingin Sehat? Hindari Minyak Jelantah.
http://yuniberbagicerita.blogspot.com/2008/08/ingin-sehat-hindarin-jelantah.
html
.diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.

LAMPIRAN


Lampiran 09. Persentase ALB dan TPM
No Perlakuan Parameter
ALB TPM
1 Minyak Sunco 0.2969% 13.5 %
2 Minyak Kelapa 0.09216% 36%
3 Minyak Curah 1.2288% 11.5%
4 Minyak Penggorengan Rumah 0.98304% >70%
5 Minyak Rumah makan 0.82434% 14.0%
6 Minyak penjual gorengan 0.55% 18.0%
Sumber : Data sekunder praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2013.
Lampiran 10. Hasil perhitungan kadar ALB
A1 = □((5.8 x 25.6x 0.1)/(1000 x 5)) x 100% A6 = □((10.8 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.2969% = 0.55%
A2 = □((1.8 x 5.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.09216%
A3 = □((24 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 1.2288%
A4 = □(49.152/5000) x 100%
= 0.98304%
A5 = □((16.1 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.82434%