Tuesday 29 April 2014

Laporan Pengukuran KadarAir dan Kadar Abu

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai jenis makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari terdiri dari berbagai macam kandungan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seperti karbohidrat, protein, mineral, lemak, dan vitamin. Kelima komponen tersebut harus ada dalam tubuh manusia untuk mencukupi gizi yang dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya.
Jenis makanan yang dikonsumsi sebagian besar mengandung air yang berlebihan. Terdapat jumlah kandungan air yang berbeda pada setiap bahan pangan dan hal itu dapat ditentukan dengan berbagai metode dan prinsip. Selain kadar air, kadar abu juga merupakan satu hal yang penting dalam suatu bahan pangan. Kadar abu juga berbeda untuk setiap jenis bahan pangan.
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan Kadar air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan air dengan metode oven“, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisiPenentuan kadar air dan kadar abu sangat penting utuk diketahui. Bagaimana proses penentuannya dan apasaja kelebihan serta kekurangan dari metode-metode penentuan kadar air dan kadar abu. Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan praktikum mengenai kadar air dan kadar abu agar mahasiswa juga mengetahui metode penentuan kadar air dan kadar abu pada bahan pangan.



B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum penentuan kadar air dan kadar abu antara lain sebagai berikut.
1.    Untuk mengetahui cara pengukuran kandungan kadar abu dan kadar air yang terdapat pada beberapa bahan pangan.
2.    Untuk mengetahui prinsip metode oven dan metode tanur.

Kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui dan memperkirakan penanganganan yang sesuai untuk beberapa bahan pangan dan juga untuk mengetahui bahan pangan yang baik atau tidak untuk dikonsumsi, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk disesuaikan dengan asupan kebutuhan mineral pada tubuh.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A.   Ikan Teri
Ikan teri merupakan produk makanan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Produksi dan permintaan ikan cukup tinggi di masyarakat Indonesia. Di sisi lain, penanganan ikan pasca penangkapan masih dilakukan secara tradisional. Pengolahan dan pengawetetan ikan umumnya dilakukan dengan proses pengeringan alami yakni dengan menjemur ikan di bawah terik sinar matahari maupun dengan metode pengasapan (smoking) di musim penghujan. Dengan metode pengeringan alami dan pengasapan, ada kendala berkenaan dengan efisiensi pengeringan dan kualitas ikan teri serta kekurangan lainnya (Setyoko, 2008).
Ikan Teri (Stolephorus commersoni) tubuhnya ramping kecil, panjang kurang dari 12 cm, mulutnya lebar sampai lewat belakang mata , rahang bawah lebih pendek dari pada rahang atas, moncongnya tumpul.sirip dubur dimulai dari tepat di bawah belakang dari sirip punggung,. Jenis ikan teri ini umumnya hidup di dekat pantai, tetapi pula yang masuk ke muara –muara sungai di air payau, kebanyakan ikan teri hidup dalambergerombolan sangat besar. Sebetulnya banyak sekali nama ikan teri ini atau spesiesnya, ikan teri ini memmpunyai ari yang besar dalam perdagang indonesia dan bernilai ekonomis (Purnomo, 2011).
SNI 2708-03-2009 menyatakan bahwa kadar air dalam ikan teri tering berkisar antara  18,974% sampai 21,535% dan memiliki kadar abu berkisar antara 13,521% sampai 10,055%. Ikan teri kering memiliki Aw yang berkisar antara 0,751% sampai 0,783% (Suyani, 2002).

B.   Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Sifat dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah pemanasan. Sehingga sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 1 jam (Anonim, 2011).
C.   Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2011).
Abu merupakan residu anorganik dari hasil pengabuan. Kadar abu ditentukan dengan cara mengukur residu setelah sampel dioksidasi pada suhu 500-600 ˚C dan mengalami volatilisasi. Untuk pengabuan yang sempurna, pemanasan dilakukan sampai warna sampel menjadi seragam dan berwarna abu-abu sampai putih, serta bebas dari sisa sampel yang tidak terbakar (Estiasi, 2012).
Kadar mineral dalam bahan pangan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu (Suhartini, 2012).
D.   Penentuan kadar Air dengan Metode Oven
Prinsip dari metode oven pengering  adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah kadar air (Anonim, 2011).
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140˚Fahrenheit. Kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan proses  pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat
dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan
keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding
pengeringan alami (Anonim, 2012).


E.   Penentuan Kadar Abu dengan metode Tanur
Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar. Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan (Winarno, 1991).
keuntungan dari metode tanur adalah penggunaannya yang aman, hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit, beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan, tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif, dan abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral. Sementara kelemahan metode ini adalah memerlukan waktu lama, biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur dan kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi (Suhartini, 2012).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.   Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium ini dilaksanakan pada hari Rabu,  tanggal 24 Oktober 2013 pukul 08.30 – 12.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Kimia Analisa & Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.   Alat dan Bahan
Alat-alat  yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
-       oven
-       tanur
-       timbangan analitik
-       cawan
-       desikator
-       gegep
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
-       ikan teri
-       tahu
-       biskuit
-       apel
-       telur puyuh


C.   Prosedur Kerja
Kadar Air
1)    Panaskan cawan dalam tanur (750˚C).
2)    Cawan didinginkan dalam desikator.
3)    Timbang berat kosong cawan.
4)    Timbang bahan sebanyak 5 gram.
5)    Panaskan cawan dan bahan dalam oven selama tiga jam.
6)    Dinginkan dalam desikator selama 10 menit.
7)    Timbang berat cawan+bahan
8)    Masukkan kembali dalam oven sampai berat konstan.
Kadar Abu
1)    Panaskan cawan dalam tanur.
2)    Dinginkan dalam desikator selama 10 menit
3)    Timbang bahan sebanyak 5 gram.
4)    Timbang cawan.
5)    Panaskan cawan + bahan dalam tanur pada suhu 750˚C.
6)    Dinginkan kembali ke dalam desikator selama 10 menit.
7)    Timbang berat cawan + bahan.
8)    Hitung berat abu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil
Tabel 04. Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut
No
Bahan
Kadar Air
Kadar Abu
Basis Kering
Basis Basah
1
Biskuit
1,46%
1,45%
1,16%
2
Ikan Teri
20%
17%
11,76%
3
Tahu
670,109%
87,03%
0,29%
4
Apel
365%
78%
0,82%
5
Telur Puyuh
552,30%
84,67%
0,94%
Sumber : Data Sekunder Praktikum ATL, 2013.
B.   Pembahasan
Bahan yang digunakan pada praktikum penentuan kadar air dan kadar abu adalah ikan teri. Ikan teri adalah ikan yang tubuhnya ramping kecil dan panjang kurang dari 12 cm, yang diolah dengan cara dikeringkan. Pada umumnya proses pengeringan ikan teri asih dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dengan cara menjemur ikan teri di bawah sinar matahari. Ikan teri dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat populer dikalangan masyarakat Indonesia. Ini dikarenakan ikan teri memiliki nilai ekonomis dengan harga yang mampu dijangkau oleh semua masyarakat. Hal ini sesuai dengan Purnomo (2011) yang menyatakan bahwa ikan teri ini mempunyai ari yang besar dalam perdagang indonesia dan bernilai ekonomis.
Sebelum dilakukan pengeringan berat ikan teri adalah 5,12 gram dan setelah  pengeringan beratnya susut menjadi 4,26 gram. Sedangkan untuk cawan beratnya adalah 53,08 gram. Jadi kehilangan berat bahan pada ikan teri setelah dilakukan pengeringan adalah sebesar 0,86 gram, sehingga persentase kadar air yang diperoleh dengan cara membagi kehilangan berat dengan berat bahan kemudian dikalikan seratus persen (dry bassis)
adalah sebesar 20%. Ikan teri tersebut telah memenuhi
standar kadar air SNI 2708-03-2009 yang menyatakan bahwa kadar air dalam ikan teri tering berkisar antara  18,974% sampai 21,535%. Hal ini sesuai dengan Suyani (2002) yang menyatakan bahwa
menurut SNI 2708-03-2009 kadar air dalam ikan teri tering berkisar
antara  18,974% sampai 21,535%.
Berat ikan teri sebelum dilakukan proses pengabuan adalah
sebesar 5,02 gram. Dan setelah proses pengabuan beratnya
menjadi 0,59 gram. Jadi total kadar abu pada ikan teri yang diperoleh dengan cara membandingkan berat ikan teri sesudah pembakaran dengan berat ikan teri sebelum pembakaran kemudian dikali dengan 100% adalah sebesar 11%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ikan teri tersebut telah memenuhi standar kadar abu seperti yang dicantumkan dalam SNI bahwa kadar abu ikan teri antara 13,521% sampai 10,055%. Hal ini sesuai dengan Suyani (2002) yang menyatakan bahwa
SNI 2708-03-2009 kadar abu berkisar antara 13,521% sampai 10,055%.
Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven. Prinsip kerja oven pengering adalah bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu. Pada praktikum penentuan kadar air digunakan metode oven. Kelebihan metode ini adalah kecepatan proses  pengeringan dapat diatur sesuai keinginan. Sedangkan kelemahan metode oven adalah biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami. Hal ini sesuai dengan
Anonim (2012) yang menyatakan bahwa kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan proses  pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.
Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur. Prinsip kerja tanur adalah dengan menggunakan tanur ( 500˚C – 600 ˚C) selama ± 3 jam. Pada metode ini, air dan bahan volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan N2. Penentuan kadar abu dengan metode tanur ini memiliki kelebihan yaitu penggunaannya yang aman, hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit, beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan sedangkan kelemahan metode ini adalah memerlukan waktu lama, biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur. Hal ini sesuai dengan  Suhartini (2012) yang menyatakan bahwa keuntungan dari metode tanur adalah penggunaannya yang aman, hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit, beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan, tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif, dan abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral. Sementara kelemahan metode ini adalah memerlukan waktu lama, biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur dan kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.


V.PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk menentukan kadar air yang harus dilakukan adalah mengurangkan berat bahan sebelum pengeringan dengan berat bahan sesudah pengeringan dari oven. Sedangkan untuk menentukan kadar abu adalah dengan cara membagi berat bahan sebelum pengabuan dan berat bahan sesudah pengabuan.
2. Prinsip kerja penentuan kadar air dengan metode oven adalah dengan cara mengeringkan bahan pada suhu tinggi , sehingga air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut menguap. Penentuan kadar abu dengan metode oven yaitu dengan membakar bahan hingga menghilangkan unsur organiknya dan menyisakan unsur anorganik dan mineral.
B.   Saran
Saran untuk praktikum Penentuan Kadar Abu dan Kadar Air adalah agar selalu menjaga kebersihan laboratorium agar paraktikum berjalan baik tanpa terkontaminasi dari benda-benda asing yang akan berdampak kurang baik pada praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Kadar Air Pada Bahan Pangan. http://yogyamerah.
blogspot.com/2011/10/kadar-air-pada-bahan-pangan.html
. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.

Anonim, 2012. Penetapan Kadar Air Metode Oven Pengering.
http://wulaniriky.wordpress.com/2011/01/19/penetapankadar-air-Metode-Oven-pengering-an. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.

Astuti,2011. Kadar Abu. http://astutipage.wordpress.com/tag/kadar-abu/. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.

Bambang, Setyoko. 2008. Pegeringan Ikan Teri http:// quotablewoman.blogspot.com/2011/09/pengeringan-ikan-teri-dengan-sis tem.html. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar

Edy, purnomo. 2011. Literatur Ikan http:// wwwedy purnomo.blogspot.com/p/literatur-iktiologi.html. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar

Neneng, suhartini. 2012. Penentuan Kadar Abu. http://chemistryofdrizzle.blogspot.com/2012/09/penentuan-kadar-abu. html. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.

Teti, Estiasih. 2012. Analisis Kadar Abu dan Mineral. http://blog.ub.ac.id/dermolen/files/2012/04/4._Analisis_Kadar_Abu_dan_Mineral.pdf. Diakses Pada Tanggal 28 Oktober 2013, Makassar

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia; Jakarta.

Monday 28 April 2014

LAPORAN PENENTUAN ION/ATOM

LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI TEKNIK LABORATORIUM
PENENTUAN ION/ATOM DALAM SENYAWA PENCAMPURAN
DUA LARUTAN YANG BERBEDA




OLEH :


NAMA                         : TRY PERMATA SIADE
NIM                             : G311 12 265
KELOMPOK              : II (DUA)
ASISTEN                    : ZULFITRIANI



LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2013

I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Larutan zat yang bercampur tidak terpisah dan sulit dibedakan secara kasat mata. Dalam larutan ada dua jenis zat yang terlibat, yaitu pelarut dan zat terlarut. Pelarut (solvent) adalah zat yang melarutkan zat terlarut (solut). Jumlah pelarutnya biasanya lebih banyak daripada zat terlarut. Senyawa adalah zat tunggal yang terdiri dari susunan beberapa partikel unsur/atom. Massa unsur-unsur partikel penyusun senyawa memiliki perbandingan tetap. Campuran adalah zat yang terdiri dari beberapa zat penyusun dan masih dapat dipisahkan dengan reaksi kimia biasa.
Jika sebuah atom menerima atau kehilangan elektron satu atau lebih, maka berbentuk partikel bermuatan, ini disebut dengan ion-ion. Ion-ion yang terdiri lebih dari satu atom disebut dengan ion poliatom. Teknik yang digunakan untuk pencampuran biasanya tidak lepas dari teknik matematis yang di dalamnya memuat perhitungan mengenai Normalitas, Molaritas, Molalitas dan sebagainya.
Suatu senyawa yang merupakan zat murni yang terdiri dari dua atau lebih beberapa macam atom dalam komposisi yang pasti. Sebagai contoh, Mg dan Cl merupakan dua unsur. Berdasarkan hal diatas maka perlu diadakan praktikum tentang Penentuan Ion/Atom dalam Senyawa Pencampuran Dua Larutan yang Berbeda untuk mengetahui cara mencampurkan dua larutan yang berbeda. 


B.   Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.    Mengetahui cara pembuatan senyawa dari dua jenis larutan yang berbeda.
2.    Mengetahui cara menentukan ion/atom dalam senyawa pencampura dua larutan yang bebeda.
Kegunaan praktikum ini adalah dapat mengetahui cara pembuatan senyawa dari dua larutan yang bebeda sebelumnya sehingga diperoleh larutan yang diinginkan yang memiliki muatan ion atau atom.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Na2SO4
Natrium sulfat, dengan rumus kimia Na2SO4, atau sering disebut dengan salt cake, merupakan padatan berbentuk kristal putih, yang larut dalam air dan gliserol. Natrium sulfat tidak beracun and tidak mudah terbakar. Natrium sulfat banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, antara lain di industri pulp dan kertas, deterjen, pembuatan flat glass,
tekstil, keramik, farmasi, zat pewarna dan sebagai reagent di
laboratorium kimia (Anonim, 2008).
Natrium sulfat biasanya diproduksi melalui proses hargraves, dengan reaksi pembentukan sebagai berikut:
4NaCl + 2SO2 + 2H2O + O2 --> 2Na2SO4 + 4HCl
Selain melalui proses Hargraves, natrium sulfat juga dapat dihasilkan dengan cara pemurnian garam natrium sulfat (pertambangan) atau sebagai produk samping dari produksi fenol. Sementara itu di Indonesia
natrium sulfat umumnya diperoleh sebagai produk samping dari
industri viscose rayon (Anonim, 2008).
B.  Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat

berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain (Faizal, 2011).
C.  Pembuatan Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat
terlarut, sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam
mana solute terlarut (Baroroh, 2004).
D. Jenis-Jenis Ikatan Kimia
Ikatan kimia adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil. Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika kuantum.Ikatan kimia merupakan sebuah proses fisika yang bertanggungung jawab dalam gaya interaksi tarik menarik antara dua atom atau molekul yang menyebabkan suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil (Lischer, 2009).


Ada beberapa jenis ikatan kimia menurut Lischer (2009) yaitu sebagai berikut.
1)    Ikatan Ion
Ikatan ionik adalah sebuah gaya elektrostatik yang mempersatukan ion-ion dalam suatu senyawa ionik. Ion-ion yang diikat oleh ikatan kimia ini terdiri dari ka2tion dan juga anion. Kation terbentuk dari unsur-unsur yang memiliki energi ionisasi rendah dan biasanya terdiri dari logam-logam alkali dan alkali tanah.
2)    Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen merupakan ikatan kimia yang terbentuk dari pemakaian elektron bersama oleh atom-atom pembentuk ikatan. Ikatan kovalen biasanya terbentuk dari unsur-unsur non logam. Dalam ikatan
kovalen, setiap elektron dalam pasangan tertarik ke dalam nukleus kedua atom. Tarik menarik elektron inilah yang menyebabkan kedua atom terikat bersama.
3)    Ikatan Kovalen Koordinasi
Ikatan kovalen koordinat merupakan ikatan kimia yang terjadi apabila pasangan elektron bersama yang dipakai oleh kedua atom disumbangkan oleh sala satu atom saja. Sementara itu atom yang lain hanya berfungsi sebagai penerima elektron berpasangan saja.


4)    Ikatan Logam
Ikatan logam merupakan salah satu ciri khusus dari logam, pada ikatan logam ini elektron tidak hanya menjadi miliki satu atau dua atom saja, melainkan menjadi milik dari semua atom yang ada dalam ikatan logam tersebut. Elektron-elektron dapat terdelokalisasi sehingga dapat bergerak bebas dalam awan elektron yang mengelilingi atom-atom logam.
5)    Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang paling kuat dibandingkan dengan ikatan antar molekul lain, namun ikatan ini masih lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen maupun ikatan ion.
6)    Ikatan Van Der Walls
Gaya Van Der Walls dahulu dipakai untuk menunjukan semua jenis gaya tarik menarik antar molekul. Namun kini merujuk pada gaya-gaya yang timbul dari polarisasi molekul menjadi dipol seketika. Ikatan ini merupakan jenis ikatan antar molekul yang terlemah, namun sering dijumpai diantara semua zat kimia terutama gas. Pada saat tertentu, molekul-molekul dapat berada dalam fase dipol seketika ketika salah satu muatan negatif berada di sisi tertentu.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.  Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Teknik Laboratorium mengenai Penentuan
Penentuan Ion/Atom dalam Senyawa Pencampuran Dua Larutan yang Berbeda dilaksanakan pada hari Rabu, 24 Oktober 2013,
pukul 08.00-12.00 WITA di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.  Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-        H2SO4

-        Na2SO4
-        HCL
-        K2SO4

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
-        botol larutan

-        labu ukur

-        erlenmeyer
-        gelas kimia
-        pipet volume
-        bulb




C.  Prosedur Praktikum
1)  Pencampuran larutan Na2SO4
-       Na2SO4 1,5 N dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur.
-       Na2SO4 0,75 N dipipet sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur.
-       Na2SO4 1,5 N dan Na2SO4 0,75 N yang sudah dipipet dicampurkan ke dalam erlenmeyer kemudian dihomogenkan.
2)  Pembuatan larutan K 40 ppm
-       Ditimbang jumlah K2SO4 yang dibutuhkan.
-       K2SO4 dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan aquadest sampai tanda tera.
-       Larutan dihomogenkan.
-       Larutan dimasukkan ke dalam botol larutan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
       Hasil dari praktikum ini adalah :
Tabel 05. Pencampuran Dua Larutan yang Berbeda
No.
Bahan
Larutan 1
Larutan 2
K. akhir
V. akhir
Kons.
Volume
Kons.
Volume
1
H2SO4
0,5 M
25 ml
0,75 M
30 ml
0,63 M
55 ml
2
Na2SO4
1,5 N
25 ml
0,75 N
50 ml
1 N
75 ml
3
HCL
1,5 M
30 ml
0,5 M
50 ml
0,375 M
80 ml
4
HCL
1 M
25 ml
0,5 M
25 ml
0.75 M
50 ml
5
H2SO4
0,7 M
25 ml
0,5 M
25 ml
0,6 M
50 ml
Sumber : Data sekunder praktikum ATL, 2013.
B.  Pembahasan
Bahan yang digunakan kelompok dua pada praktikum adalah Na2SO4. Sebelum memasuki laboratorium sebaiknya praktikan menggunakan masker dan sarung tangan untuk menjaga keselamatan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Namun pada saat praktikum, praktikan tidak menggunakan masker dan sarung tangan karena Na2SO4 bukanlah senyawa berbahaya dan tidak mudah terbakar. Hal ini sesuai dengan Anonim (2008) yang menyatakan bahwa Natrium Sulfat merupakan padatan berbentuk kristal putih, yang larut dalam air dan gliserol. Natrium sulfat tidak beracun and tidak mudah terbakar.
Pembuatan senyawa dari dua jenis larutan Na2SO4 yang berbeda molaritas dilakukan dengan memasukkan masing-masing larutan ke dalam labu ukur sesuai dengan volume yang telah ditentukan. Kedua larutan ini kemudian disatukan ke dalam erlenmeyer dan dikocok perlahan. Tujuannya adalah untuk menghomogenkan larutan agar dapat menyatu dan tidak dapat dibedakan lagi antara larutan awal yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Baroroh (2004) yang menyatakan bahwa larutan adalah campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.


V. PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.   Mencampurkan suatu senyawa dari dua jenis larutan yang berbeda dapat dilakukan dengan cara menampur kedua larutan sesuai volume yang telah ditentukan untuk mendapatkan konsentrasi akhir yang diinginkan.
2.   Suatu larutan memiliki ikatan kimia sesuai dengan sifat atom dn elektron valensi yang dimiliki oleh larutan yeng berikatan.
B.  Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah agar semua praktikan dapat mengikuti prosedur pada percobaan, sehingga praktikan dapat mengerti akibat dari proses-proses yang dilakukan pada pembuatan larutan dan pengenceran.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Mengenal Natrium Sulfat (Na2SO4).
http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/mengenal-natrium-sulfat na2so4. html. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.

Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Muhammad, Faisal. 2013. Pembuatan Larutan.
http://muhammadfaisal-sakuru.blogspot.com/2013/02/laporan-kimia-pem buatan-larutan_8970.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013, Makassar.

Lischer, 2009. Jenis-Jenis Ikatan Kimia http:// lischer.wordpress.com/2009/08/21/jenis-jenis-ikatan-kimia/. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2013, Makassar.