Tuesday 26 August 2014

LAPORAN PENCOKLATAN BUAH BEKU

LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN

PENCOKLATAN BUAH BEKU

unhas.jpg
KELOMPOK III
RIZKA AULIA SAFARNI                            (G31112007)
TRY PERMATA SIADE                               (G31112101)
ERNAWATI BINTI MUSTAMAR                 (G31112005)
SAIFULLAH MASDAR                                 (G31112268)
AINUN MADLIYAH SAWEDI                      (G31112002)

ASISTEN :
NUR AZIZAH AMIN


LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2013

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat kita mengupas buah dan membiarkannya beberapa saat, maka kita akan melihat permukaan buah tersebut akan mengalami perubahan warna menjadi agak kecoklatan. Hal itu sering disebut sebagai proses pencoklatan. Perubahan warna menjadi kecoklatan ini sering kita jumpai pada buah apel, pisang, salak dan lain-lain.
            Berubahnya permukaan buah menjadi kecoklatan dipicu oleh adanya aktivitas enzim yang terjadi pada saat kita mengupas buah. Ada dua enzim yang berperan dalam proses pencoklatan ini, yaitu enzim Poliphenol Oxidase atau enzim fenol oxidase. Kedua enzim inilah yang mampu mengoksidasi senyawa fenol.
Proses pencoklatan ini tidak hanya terjadi pada buah saja melainkan juga terjadi pada produk olahan pangan. Seperti roti, makanan ringan, daging panggang, dan lain-lain. Pencoklatan pada produk olahan ini disebut pencoklatan non enzimatis. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pencoklatan dan metode-metode penghambatan pada buah beku.


B. Tujuan Praktikum
                 Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah:
1.   Untuk mengetahui pengaruh pencoklatan yang terjadi pada buah terhadap kandungan gizi dan mutu pada buah beku.
2. Untuk mengetahui efek dari beberapa metode penghambatan pencoklatan pada buah beku.

         II.  TINJAUAN PUSTAKA
A.  Apel
Apel adalah buah yang digemari oleh banyak orang. Terdapat beberapa jenis apel, seperti: Apel Granny Smith, Apel Fuji dan Apel Malang. Tiap jenis apel memiliki rasa yang khas, tetapi ada satu kesamaan dari semua apel, yaitu perubahan warna menjadi kecokelatan ketika apel dipotong atau dikupas. Perubahan warna ini dapat disertai dengan perubahan rasa pada apel yang mengurangi kelezatan buah tersebut. Banyak orang yang tidak mengetahui alasan dibalik perubahan warna pada apel. Sesungguhnya, perubahan warna dari apel tersebut melibatkan reaksi kimia yang disebut proses pencokelatan (Henie, 2013).
Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat yang beriklim subtropis. Apel telah ditanam di Indonesia sejak
tahun 1934 hingga sekarang. Secara taksonomi, apel tergolong dalam divisi spermatophyta dari famili rocaceae. Berikut klasifikasi apel berdasarkan Anonim (2011) yaitu:
Kingdom                   : Plantae
Subkingdom             : Tracheobionta
Super Divisi              : Spermatophyta
Divisi                        : Magnoliophyta
Kelas                        : Magnoliopsida
Sub Kelas                 : Rosidae
Ordo                         : Rosales
Famili                       : Rosaceae (suku mawar-mawaran)
Genus                      : Pyrus
Spesies                    : Pyrus malus L.





Kandungan gizi di dalam buah apel menurut Prasko (2011) adalah sebagai berikut:
Tabel 01. Kandungan dalam 100 gram buah apel
KANDUNGAN
JUMLAH KANDUNGAN
Energi yang dikandung
207 kJ/Kcal
Air
84 %
Serat
2,3 g
Lemak
0 g
Protein
0,4 g
Gula
11,8 g
Vitamin A
2 mg
Vitamin C
15 mg
Vitamin B1
0,02 mg
Vitamin B2
0,01 mg
Vitamin B6
0,05 mg
Vitamin E
0,5 mg
    Sumber : Kandungan Gizi Buah Apel, Prasko, 2011
Komponen fenolik pada apel berupa flavonoid dan asam fenolik. Flavonoid yang ada di dalam apel adalah flavonol, catechin, dan epicatechin. Contoh asam fenolik yang ada di dalam apel adalah asam cafeic dan asam
p-coumaric yang membentuk ester dengan asam quinic di dalam apel. Senyawa fenolik lainnya adalah floretin glikosida. Konsentrasi masing-masing senyawa fenolik pada apel bervariasi, bergantung pada bagian-bagian dimana senyawa tersebut ada. Pada kulit apel, senyawa fenolik yang mendominasi adalah quercetin glikosida dan flavonol. Bagian inti dan biji buah apel banyak mengandung floretin glikosida. Bagian korteks buah apel banyak mengandung asam fenolik (Fubar, 2011).
B. Pencoklatan (Browning)
1.   Pengertian Browning
Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidase. Pada umumnya proses browning sering terjadi pada buah–buahan seperti pisang, pear, salak, pala, dan apel. Peristiwa pencoklatan adalah peristiwa alamiah yang biasa terjadi pada sistem biologi, suatu proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik dan biokimia (memar, pengupasan, pemotongan, serangan penyakit, atau kondisi yang tidak normal). Bisa juga merupakan gejala alamiah dari proses penuaan. Secara umum pencoklatan (browning or blacking) berdasarkan prosesnya, dapat dikelompokan menjadi dua macam (pengelompokan ini dapat digunakan pada bidang teknologi pangan dan gizi) (Sahra, 2012).
Reaksi pencoklatan diklasifikasikan menjadi reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis. Kedua reaksi pencoklatan melibatkan pembentukan pigmen yang berwarna coklat pada makanan. Reaksi pencoklatan ini mempengaruhi flavor, penampakan atau tekstur, dan nilai gizi produk pangan tersebut (Eriksson, 1981).
1.1   Pencoklatan Enzimatik
Pencoklatan enzimatik adalah proses perubahan warna produk yang dipengaruhi oleh substrat, enzim, suhu dan waktu. Reaksi pencoklatan enzimatis biasa terjadi pada buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki senyawa fenolik. Senyawa ini berfungsi sebagai
substrat bagi enzim polifenoloksidase (PPO/1,2-benzenediol/oxygen oxidoreductase; EC 1.10.3.1). Terdapat berbagai macam senyawa fenolik, yaitu katekin dan turunannya (tirosin), asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.  Pada jaringan tanaman, enzim PPO dan substrat fenolik dipisahkan oleh struktur sel sehingga tidak terjadi

pencoklatan. Untuk memicu terjadinya reaksi pencoklatan, harus ada reaksi antara enzim PPO, substrat fenolik, serta oksigen. Reaksi pencoklatan megubah struktur kuinol menjadi kuinon (Fubar, 2011).
1.2   Reaksi non enzimatis
Reaksi pencoklatan non enzimatis merupakan reaksi yang
terjadi tanpa adanya enzim. Reaksi pencoklatan non enzimatis
menurut Tomy (2008), yaitu:
a)  Reaksi Karamelisasi
Karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Misal pada suhu diatas 170˚C  dan dihasilkan lelehan gula berwarna coklat.
b)  Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang  terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini banyak terjadi pada produk pangan yang banyak dikonsumsi sehari–hari.  Reaksi Maillard dalam makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan flavor dan aroma, dapat menyebabkan kehilangan ketersediaan asam amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan antinutrisi, pembentukan komponen toksik dan komponen mutagenik.
c)  Proses Pencoklatan akibat vitamin C
Vitamin C merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak sebagai perkursor untuk pembentukan warna coklat
non-enzimatis. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam de-hidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
C. Penghambatan Pencoklatan            
Terdapat beberapa metode untuk mengontrol atau menghambat pencoklatan enzimatis dalam pangan berdasarkan Anonim (2011), yaitu:
a)    Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi
komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap.Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwarna hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
b)   Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzimmo metal transferase sebagai penginduksi.
c)    Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi.
d)   Pengkondisian keasaman, misalnya dengan penambahan asam sitrat. Pada pH 1 dibawah 5, enzim-enzim fenolase dihambat  aktivitasnya. Penambahan asam-asam organik dapat menghambat browning enzimatik terutama disebabkan efek turunnya pH akibat penambahan senyawa tersebut. Enzim fenolase dan polifenolase mempunyai pH optimum pada pH 5 - 7, dibawah kisaran pH tersebut aktifitas enzim terhambat. Asam-asam organik yang dapat ditambahkan adalah asam askorbat, asam malat, asam sitrat dan asam erithorbat. Disamping menurunkan pH penambahan asam sitrat yang bersifat pereduksi kuat sehingga berfungsi sebagai antioksidan. Dengan penambahan asam sitrat,maka oksigen yang merupakan pemacu reaksi browning enzimatis dapat dieliminasi. Penambahan asam sitrat disamping dapat menurunkan pH juga dapat mengikat tembaga yang merupakan sisi aktif enzim sehingga aktifitas enzim dapat dihambat.
e)    Penambahan Sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH rendah (2,5–4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat.
D. Natrium Metabisulfit
Pemakaian natrium metabisulfit dan dinatrium hidrogen fosfat dalam pengolahan bahan pangan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik (Adwin, 2011).
E. Pengaruh Suhu Simpan terhadap Buah
Penyimpanan pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan penampilan / kesegaran, tekstur dan cita rasa) dan nilai gizi terutama kandungan Vitamin C buah impor. Penyimpanan pada suhu dingin, namun sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik / organoleptik dan nilai gizi yang lebih cepat dibandingkan suhu stabil. Penyimpanan pada
suhu ruang  (dibiarkan sesuai dengan suhu lingkungan) menyebabkan penurunan mutu fisik- organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang diikuti dengan proses pembusukan atau kerusakan (Tawali dkk, 2013)



F. Vitamin C                                            
Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang diperlukan oleh tubuh dan berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh. Bila dalam tubuh kebutuhan vitamin dan mineral mencukupi, maka segala jenis penyakit dapat dicegah. Mengkonsumsi vitamin C yang juga berfungsi sebagai antioksidan terbukti dapat menangkal virus-virus (Anonim, 2011).
Sebagai vitamin yang larut dalam air, vitamin C memiliki banyak peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin C atau biasa dikenal dengan asam askorbat ini mempunyai tugas penting dalam pembentukan kolagen yang membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu penyerapan zat besi. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan manfaat vitamin C dalam menurunkan kadar kolesterol dan memproduksi bahan kimia tertentu pada otak. Selain itu, tingginya kandungan antioksidan pada vitamin C juga dapat menyapu radikal bebas yang merusak sel-sel dalam tubuh. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut
dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil
dari semua vitamin dan mudah rusak selama pemrosesan dan
penyimpanan (Anonim, 2012).
G. Total Asam
Total keasaman merupakan jumlah ion hidrogen (baik bebas maupun dalam bentuk asam lemah) yang bisa dilepaskan oleh titrasi sistem itu
dengan suatu basa kuat. Untuk menentukan total asam dari solusi, jumlah kecil dari basis yang kuat ditambahkan sampai pH mencapai nilai yang telah ditentukan (Pudjaatmaka, 2002).
Dasar tersebut akan ditambahkan dalam bentuk larutan encer konsentrasi diketahui. Proses ini dikenal sebagai asam-basa titrasi.
Kadang-kadang netralisasi istilah digunakan tetapi titik ekivalen belum tentu pH 7. Titik ekivalen didefinisikan sebagai pH di mana jumlah basa ditambahkan adalah sama dengan jumlah proton-menyumbangkan 
molekul (Bel, 1941).
Penurunan total asam selama penyimpanan disebabkan oleh adanya pemakaian asam-asam organik pada proses respirasi. Proses respirasi yang berlangsung pada buah pasca panen akan menimbulkan transformasi asam piruvat dan asam-asam, organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, H2O dan energi. Perbedaan suhu pada setiap perlakuan selama masa penyimpanan menyebabkan kecepatan reaksi berbeda-beda. Suhu
rendah pada penyimpanan stabil dan fluktuasi mampu menekan terjadinya
reaksi
(Anonim, 2004).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.   Waktu dan Tempat
Praktikum pencoklatan pada buah beku dilaksanakan pada hari
Selasa, 10 September 2013 pukul 09.50 – 14.00 WITA dan hari Jumat tanggal 13 September 2013 pukul 12.00 – 13.30 WITA. Tempat pelaksanaaan praktikum ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,  Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.   Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- erlenmeyer                     - gelas ukur                             - hot plate
- gelas kimia                      - pipet volume                         - handrefraktometer
- labu takar                        - timbangan analitik                 - magneticstirer
- pisau                               - batang pengaduk
- biuret dan statif               - thermometer
 Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- apel                                            - 0,2% Kalium dihidrogen posfat,
- larutan garam 3%                      - kertas label.
- aquades                                     - 0,2% dinatrium hydrogen posfat,
- indikator pati                              - 0,3% Natrium Metabisulfit,
- iod 0,1 N                                    - plastik kelim,
- indikator pp                                - NaOH 0,1 N

C.  Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
Ø Preparasi
1.   Buah dikupas dan dibuang bagian tengahnya kemudian dipotong dadu dan direndam kedalam 3% larutan garam selama 5 menit.
2.   Buah diberi perlakuan berbeda.
3.   Sampel pada masing-masing perlakuan dibagi menjadi dua bagian.
4.   Bagian pertama dilakukan analisa kandungan, vitamin C, total asam, totak padatan terlarut (TPT), serta uji organoleptik meliputi warna, aroma, dan tekstur.
5.   Bagian kedua dimasukkan kedalam kantong plastic kelim dan berikan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian disimpan pada refrigerator.
6.   Dilakukan penyimpanan selama 3 hari kemudian dilakukan pengamatan seperti pada bagian pertama.
Ø Titrasi Vitamin C
1.   Bahan dihancurkan dan diambil sebanyak 5 gram, kemudian diencerkan dalam labu takar hingga 100 ml lalu dituang ke dalam gelas ukur.
2.   Di pipet sebanyak 25 ml ke dalam Erlenmeyer.
3.   Ditetesi dengan indikator pati sebanyak 3 tetes.
4.   Dititrasi  dengan  iod  0,1 N  hingga  berubah  warna   menjadi warna  biru.
5.   Dihitung  persentasi vitamin C dengan rumus :
% Vit C = × 100 % Di mana FP = 4
Ø Total Asam
1.   Bahan dihancurkan dan diambil sebanyak 5 gram, kemudian diencerkan dalam labu takar hingga 100 ml lalu dituang ke dalam gelas ukur.
2.   Di pipet sebanyak 25 ml ke dalam Erlenmeyer.
3.   Ditetesi dengan indikator pp sebanyak 3 tetes.
4.   Dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda.
5.   Dihitung persentase vitamin C dengan rumus :
% total asam =   
Dimana FP = 4, N NaOH = 0.1, dan Grek = 64.
D.   Perlakuan Praktikum
Perlakuan praktikum pada raktikum kali ini adalah sebagai berikut :
A0 = kontrol ( tanpa perlakuan)
A1 = potongan sampel dimasukkan ke dalam air panas pada suhu
     77oC selama 10 detik, kemudian didinginkan ke dalam air dingin.
A2= dicelup  dalam   larutan  0,3%  Potasium  metabisulfit  selama 3 menit
dan keringkan.
A3= dicelup  dalam  larutan  0,2% dipotasium hydrogen  posphat  selama
  3 menit.
A4= dicelup dalam larutan 0,3% potasium metabisulfit selama 3 menit dan
keringkan setelah itu dicelup dalam larutan 0,2% dipotasium hydrogen posphat selama 3 menit.
A5= diblancing selama 5 menit dan didinginkan dengan air dingin.
E. Parameter Pengamatan
            Parameter pengamatan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
·         vitamin c
·         total asam
·         total padatan terlarut
·         warna, aroma, dan tekstur
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil
       Hasil yang dapat diperoleh dari praktikum pencoklatan (browning) buah beku adalah sebagai berikut :
Tabel 02. Uji Organoleptik Pada Buah Beku Dengan Berbagai Perlakuan, Baik  Sebelum Dan Sesudah Penyimpanan Selama 3 Hari.
Perlakuan
Warna
Tekstur
Aroma
Sblm
Sesdh
sblm
sesdh
sblm
Sesdh
A0
A1
A2
A3
A4
A5
Kuning Pucat
Kuning Pucat
Kuning Pucat
Kuning Pucat
Kuning Pucat
Kuning
Kuning puct
Kuning coklt
Putih tulang
Kuning coklt
Kuning coklt
Kuning coklt
Keras
Keras
Keras
Keras
Keras
Lunak
Keras
Lunak
Keras
Keras
Keras
Lunak
+
_
_
_
_
_
-       ­­
×
_
×
_
×
Sumber : Data Primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2013
Ket : (+) = Khas Apel
        ( - ) = Khas Apel Berkurang
        ( × ) = Tidak Ada Aroma Khas Apel






    Gambar 01. Presentasi Vitamin C dan Total Asam 
   


Gambar 02. Presentasi Vitamin C dan Total Asam setelah Penyipanan

B. Pembahasan
Sampel yang sudah dikupas dan dipotong dadu direndam di air garam dan diberi 5 perlakuan. Pertama (A0), kontrol. Kedua (A1), dimasukkan ke air dengan suhu 77 derajat celcius selama 10 detik. Ketiga (A2), dilcelup dalam larutan 0,3% Natrium metabisulfit selama 3 menit. Keempat (A3), dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit.  Kelima (A4), dilcelup dalam larutan 0,3% natrium metabisulfit selama 3 menit lalu dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit. Keenam (A5), diblanching 5 menit lalu direndam ke dalam air dingin.
Sampel yang langsung dianalisis tanpa penyimpanan yang belum diberi perlakuan (kontrol) berwarna kuning pucat setelah dilakukan penyimpanan tidak ada perubahan warna. Sampel yang diberi perlakuan dengan cara direndam dalam air dengan suhu 77 derajat celcius, sampel yang langsung dianalisis berwarna kuning pucat seperti warna buah apel pada umumnya sedangkan yang telah dilakukan penyimpanan warna buah apel berubah menjadi kuning kecoklatan. Sampel yang diberi perlakuan dengan cara dilcelup dalam larutan 0,3% natrium metabisulfit selama tiga menit, sampel yang langsung dianalisis berwarna kuning pucat seperti warna buah apel pada umumnya sedangkan yang telah dilakukan penyimpanan warna buah apel berubah menjadi putih tulang. Sampel yang diberi perlakuan dengan cara dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit, sampel yang langsung dianalisis berwarna kuning pucat seperti warna buah apel pada umumnya sedangkan yang telah dilakukan penyimpanan warna buah apel berubah menjadi kuning kecoklatan. Sampel yang diberi perlakuan dengan cara dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit, sampel yang langsung dianalisis berwarna kuning pucat seperti warna buah apel pada umumnya sedangkan yang telah dilakukan penyimpanan warna buah apel berubah menjadi kuning kecoklatan. Dapat dilihat bahwa perlakuan A2 tidak mengalami browning karena mendapat penambahan sulfit. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011) bahwa larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan.
Tekstur buah apel pada perlakuan pertama A0 yang langsung dianalisis memiliki tekstur keras, setelah dilakukan penyimpanan tekstur apel masih keras. Tekstur buah apel pada perlakuan kedua A1 yang langsung dianalisis bertekstur keras, sedangkan yang melalui penyimpanan bertesktur lunak. Tekstur sampel yang dideri perlakuan A2 langsung dianalisis bertekstur keras, sama dengan sampel yang telah melalui penyimpanan juga memiliki tekstur keras. Tekstur sampel yang diberi perlakuan A3 yang langsung dianalisis bertekstur keras, sama dengan sampel yang telah melalui penyimpanan juga memiliki tekstur keras. Tekstur sampel yang diberi perlakuan A4 yang langsung dianalisis bertekstur keras, sama dengan sampel yang telah melalui penyimpanan juga memiliki tekstur keras. Sedangkan tekstur sampel yang diberi perlakuan A5 yang langsung dianalisis bertekstur lunak, sama dengan sampel yang telah melalui penyimpanan juga memiliki tekstur lunak. Dapat dilihat bahwa sampel yang diberi perlakuan A2 tetap memilikii tekstur keras setelah dilakukan penyimpanan karena sampel disimpan dalam suhu rendah yang suhunya sesuai dengan suhu yang dibutuhkan sampel sehingga tekstur apel akan tetap. Suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan sampel rusak atau mengerut. Hal ini sesuai Tawali
dkk (2013) bahwa
penyimpanan pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan konstan dapat memperpanjang mutu fisik (warna dan penampilan / kesegaran, tekstur dan cita rasa) dan nilai gizi terutama kandungan Vitamin C buah.
Aroma khas apel yang diberi perlakuan kontrol berkurang setelah penyimpanan dibandingkan tanpa penyimpanan yang aroma apelnya masih khas. Aroma apel yang diberi perlakuan A1 langsung dianalisis menyebabkan aroma khas apel berkurang sedangkan apel yang telah melalui proses penyimpanan sudah tidak memiliki aroma khas apel. Aroma apel yang diberi perlakuan A2 langsung dianalisis menyebabkan aroma khas apel berkurang begitupun dengan sampel yang melalui penyimpanan aroma khas apel berkurang. Aroma apel yang diberi perlakuan A3 langsung dianalisis menyebabkan aroma khas apel berkurang sedangkan sampel yang telah melalui penyimpanan sudah tidak memiliki aroma khas apel. Aroma apel yang diberi perlakuan A4 langsung dianalisis menyebabkan aroma khas apel berkurang begitupun dengan sampel yang melalui penyimpanan aroma khas apel berkurang. Sedangkan aroma apel yang diberi perlakuan A5 langsung dianalisis yang menyebabkan aroma khas apel sedangkan yang telah disimpan sudah tidak memiliki aroma khas apel. Sampel yang diberikan perlakuan A2 sebelum penyimpanan aroma khas apel berkurang dan sedikit ada aroma sulfit. Setelah penyimpanan aroma apel sama sebelum penyimpanan namun aroma dari sulfit hilang. Hal ini sesuai
Anonim (2011), bahwa sulfit akan lebih efektif jika dilakukan pada
suhu tinggi sehingga pada penyimpanan dalan kulkas sulfit kurang efektif.
Sampel yang langsung dianalisis tanpa penyimpanan didapatkan hasil perhitungan vitamin C dalam buah apel untuk perlakuan kontrol adalah 0,0352% dan setelah penyimpanan vitamin C menjadi 0,04693%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan direndam di air dengan suhu 77 derajat celcius sebesar 0.04928% setelah penyimpanan vitamin C menjadi 0,0586. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan dicelup dengan 0,3% natrium metabisulfit adalah 0,176% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,117%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit adalah 0,352% vitamin C sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,00768%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan dicelup dalam larutan 0,3% Natrium metabisulfit selama 3 menit lalu dilcelup dalam larutan 0,2% dinatrium hydrogen posphat selama 3 menit adalah 0,034% vitamin C sedangkan setelah penyimpanan vitamin C menjadi 0,0704%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan diblanching lalu direndam dalam air dingin adalah 0,085% vitamin C sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,082% vitamin C. Dari hasil perhitungan dapat dilihat total vitamin C menurun ketika dilakukan penyimpanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vitamin C mengalami penurunan setelah dilakukan penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2012) karena vitamin C adalah salah satu vitamin yang paling tidak stabil setelah dilakukan pemrosesan
dan penyimpanan.
Total asam pada buah apel yang langsung dianalisis tanpa penyimpanan adalah 0,4096% setelah penyimpanan menjadi 0,034133%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan dengan cara direndam dalam air dengan suhu 77 derajat celcius adalah 0,00256% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,3413%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan dicelup dengan 0,3% natrium metabisulfit adalah 0,0056% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,68%. Selanjutnya untuk buah apel yang diberi perlakuan dicelup 0,2% dinatrium hydrogen posphat adalah 0,2048% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,07168%. Selanjutnya untuk buah apel yang diberi perlakuan dicelup dengan 0,3% natrium metabisulfit lalu dicelup 0,2% dinatrium hydrogen posphat adalah 0,15% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,34%. Dan untuk buah apel yang diberi perlakuan diblanching lalu direndam ke air dingin adalah 0,204% sedangkan setelah penyimpanan menjadi 0,43% total asam. Sampel yang diberi perlakuan A2 setelah dilakukan penyimpanan total asamnya naik karena proses penyimpanan. Namun seharusnya total asamnya akan turun setelah penyimpanan. Hal ini sesuai dengan
Anonim (2004) bahwa
penurunan total asam selama penyimpanan disebabkan oleh adanya pemakaian asam-asam organik pada proses respirasi. Proses respirasi yang berlangsung pada buah pasca panen akan menimbulkan transformasi asam piruvat dan asam-asam, organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, H2O dan energi. Perbedaan suhu pada setiap perlakuan selama masa penyimpanan menyebabkan kecepatan reaksi berbeda-beda. Suhu rendah pada penyimpanan stabil dan fluktuasi mampu menekan terjadinya reaksi. Selain itu,  dikarenakan kesalahan pada proses titrasi.

V.  PENUTUP
A.   Kesimpulan
Setelahmelakukanpercobaan, maka kita dapat menarik kesimpulan  bahwa :
1.   Proses browning dapat mempengaruhi mutu bahan pangan dengan menurunnya kualitas bahan pangan seperti perubahan warna, aroma, tekstur, total asam, dan total vitamin C serta perubahan total padatan terlarutnya.
2.   Proses browning dapat dicegah dengan menggunakan beberapa metode penghambatan pencoklatan pada buah beku.
B.   Saran
Saran untuk praktikum pencoklatan pada buah beku yaitu sebaiknya alat-alat yang digunakan itu cukup untuk masing-masing kelompok agar pada saat pengujian semua kelompok bekerja dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Adwin, 2011. Pengawetan Bahan Pangan. http:Adwin.blogspot.com /pendinginan. Diakses pada 20 September 2013. Makassar.

Anonim, 2004.Pengawetan Buah Segar Etilen. http://www.aagos. ristek.go.id /pangan_kesehatan/pangan/ipb/ Pengawetan %20buah %20segar.pdf. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.

Anonim, 2011. Kandungan Vitamin C Buah. http://kumpulan.info/sehat/ artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/80-kandungan-vitamin-cbuah.html. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.
Anonim, 2012. Mengungkap Manfaat VitaminC. http://health.kompas.com/
read/2012/01/20/13581378/Mengungkap. Manfaat. Vitamin.C
. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.
Bell, RP 1941. Asam-basa katalisis. Oxford: Clarendon Press.
Eriksson, C. 1981. Maillard reaction in food: Chemical, Physiological,and Technological Aspects. Pergamon press, Oxford.

Fubar. 2011. BROWNING, BLANCHING DAN PASTEURISASI. http://fubar-fuckedupbeyondallrecognition.blogspot.com/2011/04/browning-blanching-dan-pasteurisasi.html. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.
Kurtanto, Tomy. 2008. Reaksi Miallard pada Produk Pangan. IPB : Bogor.
Nofita Sari, Intan (2012). Tugas PBAI “Denaturasi, Koagulasi, Browning non Enzimatik”. http://blog.ub.ac.id/vitaintan/. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.
Prasko. 2011. Kandungan Gizi Buah Apel. http://www.prasko.com/2011/08/
kandungan-gizi-buah-apel.html
. Diakses pada tanggal 05 September 2013, Makassar.
Pudjaatmaka, A. Hadyana.2002. Kamus kimia. Balai pustaka: Jakarta.
Sahrah, Rinanty. 2012. Pencoklatan Pada Buah Beku (Browning). http://rinartysahrah.wordpress.com/2012/11/12/3/. Diakses pada hari Sabtu, 25 September 2013. Makassar.

Tawali, Abu Bakar,dkk, 2013. Pengaruh Suhu Simpan terhadap Buah. http://id.scribd.com/doc/105074932/Pengaruh-Suhu-Simpan-Pada-Buahan-2. Diakses pada 11 Oktober 2013, Makassar.

No comments:

Post a Comment