LAPORAN
PRAKTIKUM
APLIKASI PERUBAHAN KIMIA PANGAN
EVALUASI MUTU PANGAN BERDASARKAN MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN
KELOMPOK III
RIZKA AULIA SAFARNI (G31112007)
TRY
PERMATA SIADE (G31112101)
ERNAWATI
BINTI MUSTAMAR (G31112005)
SAIFULLAH
MASDAR (G31112268)
AINUN
MADLIYAH SAWEDI (G31112002)
ASISTEN :
NUR AZIZAH AMIN
LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN
PENGAWASAN MUTU PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI
PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Minyak
Goreng
Minyak adalah zat atau bahan yang
tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan
merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang
tidak sama. Komponen-komponen lain yang mungkin terdapat pada minyak meliputi
fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna, yang larut dalam lemak seperti
klorofil dan karatenoid. Minyak adalah suatu kelompok dari lipida sederhana
terbesar yang merupakan ester dari tiga molekul asam lemak dengan satu molekul
gliserol dan membentuk satu molekul trigliserida yang dalam kondisi ruang
(>27oC) akan berbentuk cair (Genisa, 2013).
Minyak goreng adalah lemak yang
digunakan untuk medium penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam
minyak goreng: minyak goreng nabati yang berasal dari tanaman dan hewani
berasal dari hewan. Saat ini yang paling umum digunakan di Indonesia, adalah
minyak yang berasal dari nabati (Hariskal, 2009).
Minyak
goreng yang baik memiliki standar mutu yang telah ditentukan oleh SNI. Standar
mutu minyak goreng, telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Standar
mutu tersebut yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI
01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1
berikut ini:
Tabel 03. SNI
01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI
|
SATUAN
|
SYARAT
|
Keadaan bau, warna
dan rasa
|
-
|
Normal
|
Air
|
% b/b
|
Maks 0.30
|
Asam lemak bebas
(dihitung sebagai asam laurat)
|
% b/b
|
Maks 0.30
|
Bahan Makanan
Tambahan
|
Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
722/Menkes/Per/IX/88
|
|
Cemaran Logam :
- besi (Fe)
- tembaga (Cu)
- raksa (Hg)
- timbal (Pb)
- timah (Sn)
- seng (Zn)
|
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
|
Maks 1.5
Maks 0.1
Maks 0.1
Maks 40.0
Maks0.005
Maks 40.0/250.0)*
|
Arsen (As)
|
% b/b
|
Maks 0.1
|
Angka Peroksida
|
% mg 02/gr
|
Maks 1
|
Catatan * Dalam kemasan kaleng
|
Sumber : Standar Nasional Indonesia
Begitu banyak
jenis minyak yang beredar di pasaran saat ini. Di antaranya minyak bermerek,
minyak kelapa sawit, minyak curah dan lain-lain.Dari segi kandungan, minyak
curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding
minyak kemasan (Citra, 2007).
Mulai dari
proses produksi, minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan,
sedangkan minyak goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya
sampai pada tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat.
Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan
lebih jernih dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar
lemak dan asam oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak
kemasan (Cemerlang, 2013).
Ketika memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan menurut Citra (2007), yaitu:
1.
Minyak goreng harus memiliki umur
pakai yang lama dan ekonomis.
2.
Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3.
Memiliki kualitas seragam.
4.
Mudah untuk digunakan, baik dari
segi bentuk (fluid shortening lebih
mudah dari pada solid shortening)
maupun dari kemudahan pengemasan.
5.
Memiliki titik asap yang tinggi dan
kandungan asapnya rendah setelah digunakan untuk menggoreng.
6.
Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk yang digoreng.
7. Mampu
menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh greasy pada permukaan produk.
B. Faktor Kerusakan Minyak
Faktor-faktor kerusakan minyak
akibat pemanasan menurut
Pasta (2011) adalah:
Pasta (2011) adalah:
1.
Lamanya minyak kontak dengan panas.
Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung, pada pemanasan 10-12 jam
pertama, bilangan iod berkurang dengan kecepatan konstan. Sedangkan jumlah
oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam
kedua berikutnya. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama
proses pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.
2.
Suhu, pengaruh suhu terhadap
kerusakan minyak telah diselidiki dengan menggunakan minyak jagung yang
dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120˚C, 160˚C dan 200˚C. Minyak dialiri udara
pada 150ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160˚C dan 200˚C
menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada
suhu 120˚C. Hal ini merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida bersifat
tidak stabil terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling
besar pada suhu 200oC karena pada suhu tersebut jumlah senyawa
polimer yang terbentuk relatif cukup besar.
3.
Akselerator oksidasi. Kecepatan
aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan-perubahan
selama oksidasi termal. Nilai kekentalan naik secara proporsional dengan
kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan
aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambahn dengan penurunan
kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan
dapat berfungsi sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses
oksidasi.
Kerusakan
minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak
yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan
dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi
minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak.Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida.Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai
dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan 25 keton serta asam-asam
lemak
bebas.Ketengikan (Rancidity) terbentuk olehaldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik (Stier, 2001).
bebas.Ketengikan (Rancidity) terbentuk olehaldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik (Stier, 2001).
C. Sifat fisik dan Kimia Minyak
Sifat-sifat
minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan kimia. Sifat fisik terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik lunak (softening point), slipping point, shot melting
point, bobot jenis, indeks bias, titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point). Sedangkan sifat kimia
terdiri dari hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, dan esterfikasi (Anonim, 2011).
Odor dan flavor,
terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan
asam-asam yang berantai sangat pendek.Kelarutan, minyak tidak larut dalam air
kecuali minyak jarak (castor oil),
dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen. Titik cair dan polymorphism,
minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. Sliping point, digunakan untuk
pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Shot melting point, yaitu temperatur
pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Bobot jenis, biasanya
ditentukan pada temperature 25˚C, dan juga perlu dilakukan pengukuran pada
temperatur 40˚C. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila
minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting
dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak (Anonim, 2009).
dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak (Anonim, 2009).
Sifat
kimia minyak terdiri dari reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol, reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapat sejumlah air dalam minyak
atau lemak, sehingga akan mengakibatkan rasa dan bau tengik pada minyak
tersebut. Reaksi oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen peda minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak. Proses hidrogenasi sebagai suatu proses
industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam
lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.
Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator
dipisahkan dengan penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis
atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya. Proses esterifikasi bertujuan
untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikas
atau pertukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi
friedel-craft.Dengan
menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam lemak dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat diukur dengan rantai panjang yang bersifat tidak
menguap (Anonim, 2010).
menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam lemak dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat diukur dengan rantai panjang yang bersifat tidak
menguap (Anonim, 2010).
D. Asam
Lemak Bebas
Asam lemak
bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak oleh
enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga terdapat dalam
buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah
atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik, tergores atau
memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi
hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga membentuk gliserol dan asam
lemak bebas. Pembentukan asam lemak bebas juga dapat terjadi oleh adanya
mikroorganisme pada keadaan lembab dan kotor (Anonim, 2012).
Kadar
asam lemak bebas yang memenuhi standar mutu PKS adalah maksimal 3,5% dan untuk
eksport (perdagangan) adalah maksimal 5%. Asam lemak bebas pada CPO didalam storage tank tidak dapat dihilangkan,
melainkan akan selalu bertambah terlebih dalam waktu penyimpanan yang cukup
lama. Jika kadar ALB pada CPO > 5%, maka CPO tersebut sudah dinyatakan outspec atau melewati batas standar mutu
dan tidak layak untuk dipasarkan. ALB pada CPO outspec tersebut hanya dapat
diturunkan dengan cara melakukan blending
(pencampuran) dengan CPO yang memiliki kadar ALB rendah (CPO fresh), sehingga CPO outspec tersebut tidak dibuang dan dapat
dipasarkan kembali (Anonim, 2009).
Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu
yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak.
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Asam
lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi (Hariskal, 2009).
D. Total Polar Materials
Minyak goreng yang telah digunakan
untuk menggoreng akan mengandung komponen polar yang umumnya disebut dengan
materi polar. Materi polar ini terbentuk diakibatkan adanya reaksi kimia
kompleks pada minyak goreng, seperti hidrolisa, oksidasi, dan polimerisasi.
Materi polar ini dapat dihitung dengan presentasi total pada setiap minyak
hasil penggorengan dengan simbol TPM. TPM dapat dijadikan sebagai salah satu
parameter penentuan kualitas minyak goreng ( Anwar, 2012).
Minyak
goreng dengan kadar total total polar material (TPM) sudah mencapai angka 24 -
27 persen (maximal 4 kali pemakaian) seharusnya sudah tidak di pakai lagi. saat
minyak goreng dipakai berulang - ulang maka akan menimbulkan kadar senyawa-
senyawa yang dapat merusak kualitas minyak tersebut. Proses inilah yang membuat
makanan mudah tengik. hal yang dapat ditimbukan diantaranya kegemukan, darah
tinggi, meningkatnya kolestrol dan jantung koroner hingga kanker (Wahyuni,
2012).
TPM
dapat digunakan sebagai penentu kerusakan minyak karena semakin bertambahnya
komponen polar pada minyak, maka akan menyebabkan kerusakan pada minyak. Saat
minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi
dari trigliserida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan
berlanjut minyak
akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak
akan semakin bertambah (Stier, 2001)
akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak
akan semakin bertambah (Stier, 2001)
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu
dan Tempat
Praktikum Evaluasi Mutu
Minyak dilaksanakan pada hari selasa tanggal 17 September 2013 di Laboratorium
Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
Ø
labu
erlenmeyer
Ø
timbangan
analitik
Ø
gelas
ukur
Ø
alat
ukur TPM
Ø
hotplate
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
Ø
NaOH
Ø
minyak
bermerk (sunco)
Ø
minyak
kelapa
Ø
minyak
curah
Ø
minyak
penggorengan rumah
Ø
minyak
rumah makan
Ø
minyak
penjual gorengan
Ø
aluminium
foil
Ø
alkohol
netral
Ø indikator` pp
C. Prosedur
Praktikum
Prosedur praktikum yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Disiapkan
bahan berupa minyak goreng dengan beberapa perlakuan sebagai berikut:
A1
= minyak goreng bermerk (sunco)
A2
= minyak kelapa
A3
= minyak curah
A4
= minyak penggorengan rumah
A5
= minyak goreng rumah makan
A6
= minyak penjual gorengan
2.
Dilakukan
pengujian asam lemak bebas:
Ø
Sampel
diaduk kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam gelas
erlenmeyer yang telah diketahui berat kosongnya
Ø
Dicampurkan
50 mL alkohol lalu dipanaskan dengan suhu 50-75oC
Ø
Ditambahkan
3 tetes indikator pp
Ø
Dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk larutan berwarna merah muda.
Ø
Dicatat volume NaOH yang digunakan
Ø
Dilakukan
perhitungan kadar ALB dengan rumus :
Kadar ALB= (V NaOH x 25,6 x M NaOH)/(1000 x Berat Sampel) x 100%
3.
Dilakukan
pengujian Total Polar Material (TPM) :
Pengukururan kandungan materi polar
dilakukan dengan menggunakan alat TPM meter konstanta dielektrik sebagai
berikut :
a)
Sampel
minyak dipanaskan minimal 40oC
b) Alat ukur TPM (konstanta dielektrik)
dimasukkan kedalam minyak sampai semua sensor terendam
c) Alat ukur dinyalakan dan ditunggu 10
detik
d) Dicatat kandungan TPM yangn muncul
pada display alat ukur
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari
praktikum evaluasi mutu pangan berdasarkan minyak yang digunakan disajikan
dalam bentuk tabel.
Tabel 04. Persentase ALB dan TPM
pada Berbagai Jenis Minyak
No
|
Perlakuan
|
Parameter
|
|
ALB
|
TPM
|
||
1
|
Minyak Sunco
|
0.2969%
|
13.5 %
|
2
|
Minyak Kelapa
|
0.09216%
|
36%
|
3
|
Minyak Curah
|
1.2288%
|
11.5%
|
4
|
Minyak Penggorengan Rumah
|
0.98304%
|
>70%
|
5
|
Minyak Rumah Makan
|
0.82434%
|
14.0%
|
6
|
Minyak Penjual Gorengan
|
0.55%
|
18.0%
|
Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia
Pangan, 2013.
B. Pembahasan
§
Minyak
curah
Minyak goreng
curah adalah minyak kelapa sawit tanpa merek yang hanya mengalami satu kali
proses penyaringan. Minyak curah berbeda dengan minyak goreng bermerek lainnya
yang mengalami dua kali proses penyaringan. Sehingga dari warnanya minyak curah
tampak lebih keruh. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan
minyak kemasan. Hal ini sesuai dengan (Citra, 2007) bahwa dari segi kandungan,
minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat
dibanding minyak kemasan.
§
Uji
Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak
bebas adalah asam lemah yang terbentuk akibat proses hidrolisis yang terjadi pada
lemak sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Pada praktikum
dilakukan uji kadar asam lemak bebas (ALB) pada masing-masing sampel. Dari
hasil data di atas didapati bahwa kadar asam lemak tertinggi terdapat pada
minyak curah yaitu sebesar 1.2288% dan kadar asam lemak terendah terdapat pada
minyak kelapa yaitu sebesar 0.09216%. Tingginya kadar ALB pada minyak curah
dikarenakan minyak curah hanya mengalami satu kali proses penyaringan. Hal ini
sesuai dengan (Cemerlang, 2013) yang menyatakan bahwa dari proses produksi,
minyak goreng kemasan selalu melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak
goreng curah hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada
tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat. Perbedaan proses
ini pula yang kemudian menyebabkan warna minyak goreng kemasan lebih jernih
dari minyak goreng curah. Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam
oleat pada minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan.
§ Total Polar Materials (TPM)
Hasil dari
kandungan materi polar yang diuji di laboratorium yaitu sampel pertama yaitu mi
nyak goreng bermerek sebesar 13.5%. sampel ke-2 yaitu minyak kelapa sebesar
36%. Sampel ke-3 yaitu minyak curah sebesar 11.5%. Sampel ke-4 yaitu minyak
penggorengan rumah diatas 70%. Sampel ke-5 yaitu minyak rumah makan sebesar
14.0%. dan sampel ke-6 yaitu minyak penjual gorengan sebesar 18.0%. Berdasarkan data di atas
diperoleh bahwa kandungan total polar material tertinggi adalah sampel ke-4
yaitu diatas 70% dan kandungan total polar material terendah adalah sampel ke-3
yaitu minyak curah sebesar 11.5%. Ini menunjukan bahwa minyak curah memiliki
kadar TPM yang rendah dan masih aman untuk di konsumsi. Hal ini sesuai dengan (Wahyuni,
2012) kadar total polar
material (TPM) tinggi jika sudah mencapai total 24-30% .
§ Faktor kerusakan minyak
Hasil
dari uji coba laboratorium menunjukan bawa sampel yang mengalami tingkat
kerusakan minyak paling tinggi adalah sampel ke-4 yaitu minyak goreng rumah,
yang memiliki ALB sebesar 0.98304% dan TPM sebesar >70%. Dan sampel yang
tingkat kerusakannya paling rendah adalah minyak bermerek karena hanya memiliki
kandungan ALB sebesar 0.2969% dan TPM 13.5%. Kerusakan minyak yang terjadi pada
sampel disebabkan karena pemakaian yang berulang-ulang pada minyak. ALB
dikatakan sebagai indikator penentu kerusakan minyak karena ALB merupakan hasil
dari proses hidrolisis dan oksidasi, yaitu proses penyebab kerusakan minyak.
Hal ini sesua dengan (Hariskal, 2009) yang menyatakan bahwa kombinasi lamanya pemanasan
dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab
kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan
polimerisasi. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi.
TPM
dapat pula digunakan sebagai penentu kerusakan minyak karena semakin
bertambahnya komponen polar pada minyak, maka akan menyebabkan kerusakan pada
minyak. Hal ini sesuai dengan
(Stier, 2001) yang menyatakan bahwa pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah.
(Stier, 2001) yang menyatakan bahwa pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi dari trigliserida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah.
§
Mutu
minyak goreng yang baik
Berdasarkan dari hasil pengujian Asam Lemak Bebas, Total
Polar Material, dan organoleptik, maka didapati bahwa dari keenam sampel yang
memiliki mutu minyak goreng baik adalah sampel ke-2 yaitu minyak goreng
bermerek, karena hanya memiliki ALB sebesar 0.2969%, TPM 13.5% dan secara fisik
minyak goreng bermerek lebih jernih dibandingkan kelima sampel lainnya. Hal ini
sesuai dengan (Anwar, 2012) yang menyatakan bahwa penggunaan minyak goreng
berulang kali memperbesar potensi terkena kanker. Minyak goreng dengan kadar
total total polar material (TPM) sudah mencapai angka 24 - 27 persen ( max. 4
kali pemakaian) seharusnya sudah tidak di pakai lagi.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diperoleh dari
praktikum Evaluasi Mutu Pangan Berdasarkan Minyak Goreng
yang Digunakan, yaitu mutu minyak goreng segar dan minyak hasil pemakaian
penggorengan bahan pangan dapat diketahui dengan melakukan uji Asam Lemak Bebas
(ALB) dan Total Material Polar (TPM) yang dikandung minyak goreng tersebut.
Minyak goreng yang paling baik adalah minyak goreng yang rendah kadar asam
lemak bebas (maksimal 0,3%) dan materi polarnya (maksimal 30,0%). Sedangkan
minyak goreng yang paling rendah mutu dan bahkan tidak layak konsumsi adalah
minyak goreng yang mengandung asam lemak bebas >0,3% dan materi
polar >30,0%.
polar >30,0%.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum Aplikasi
Perubahan Kimia Pangan (APKP) selanjutnya adalah sebaiknya sebelum melaksanakan
praktikum, praktikan perlu mengetahui dan memahami dengan baik prosedur kerja
terlebih dahulu. Agar praktikum dapat berjalan dengan baik dan kesalahan dalam
pengujian dapat diminimalisir. Praktikan juga harus memahami tujuan dari
praktikum supaya hasil yang didapatkan maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2009. Asam Lemak Bebas. http://www.google.com. Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.
Anonim,
2010. Sifat Kimia Minyak. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.ui.ac.id%2Fcontents%2Fkoleksi%2F16%2F141f67d2cd5b3b4f493dcbcdfcb2b85c53b98219.pdf&ei=5Ug8UsLGC8XUrQetzYDgDA&usg=AFQjCNF9MkiEngw-vcR6YdJ2BKRXg5Bung&sig2=ewMij-pKej7iZEDntMtucw&bvm=bv.52434380,d.bmk. Diakses pada tanggal 20 September,
2013, Makassar.
Anonim,
2011. Minyak Goreng.http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar
123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar
Anonim,
2012. Kadar Asam Lemak Bebas. http://www.psychologymania.com/2012/10/asam-lemak-bebas.html.Diakses pada tanggal 15 September
2013, Makassar.
Anwar,
Reskiati Wiradhika. 2012. Studi Pengaruh
Suhu dan Jenis Bahan Pangan Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa selama Proses
Penggorengan.http://repository.unhas.ac.id/bistream/handle/123456789/1951/RESKIATI%20WIRADHIKA%20%ANWAR%20(G%20611%2008%20276)docx?sequence.Diakses pada tanggal 20 September
2013, Makassar.
BSN, 1995.Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.
Citra,
2007. Jenis-jenis minyak. http://citra.wordpress.com/2009/05/09/
kerusakan-minyak-goreng/.
Diakses pada tanggal 15 September 2013, Makassar.
Cemerlang,
2013.
Genisa,
Jalil. 2013.Teknologi Minyak dan Lemak
Pangan. Masagena Press: Makassar
Hariskal,
2009. Kerusakan Minyak Goreng. http://hariskal.wordpress.com/
2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/.
Diakses pada tanggal 15 September 2013, Makassar.
Pasta, 2011.
Evaluasi Mutu Pangan Menggunakan Minyak
Goreng. http://pasta-bbkdl.blogspot.com/2011/12/i.html.Diakses pada tanggal 20 September
2013, Makassar.
Stier,
R. F. 2001. Finding Functionality in Fat
and Oil.www.preparedFood.com.Diakses pada 29 September 2013,
Makassar.
Wahyuni, Tri. 2012. Ingin Sehat? Hindari Minyak Jelantah.
http://yuniberbagicerita.blogspot.com/2008/08/ingin-sehat-hindarin-jelantah.
html.diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.
http://yuniberbagicerita.blogspot.com/2008/08/ingin-sehat-hindarin-jelantah.
html.diakses pada tanggal 20 September 2013, Makassar.
LAMPIRAN
Lampiran 09. Persentase ALB dan TPM
No Perlakuan Parameter
ALB TPM
1 Minyak Sunco 0.2969% 13.5 %
2 Minyak Kelapa 0.09216% 36%
3 Minyak Curah 1.2288% 11.5%
4 Minyak Penggorengan Rumah 0.98304% >70%
5 Minyak Rumah makan 0.82434% 14.0%
6 Minyak penjual gorengan 0.55% 18.0%
Sumber : Data sekunder praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2013.
Lampiran 10. Hasil perhitungan kadar ALB
A1 = □((5.8 x 25.6x 0.1)/(1000 x 5)) x 100% A6 = □((10.8 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.2969% = 0.55%
A2 = □((1.8 x 5.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.09216%
A3 = □((24 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 1.2288%
A4 = □(49.152/5000) x 100%
= 0.98304%
A5 = □((16.1 x 25.6 x 0.1)/(1000 x 5)) x 100%
= 0.82434%